Tak lama setelah Jokowi mendapatkan persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri atas pengunduran diri sebagai gubernur, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama langsung menyandang status sebagai pelaksana tugas gubernur.
Jauh sebelum resmi menjadi pelaksana tugas, telah bergulir ramai tentang siapa kelak pendamping Basuki setelah ”hijrahnya” Jokowi dari Balai Kota Jakarta.
Basuki lebih banyak bercanda ketika ditanya, siapa yang nanti menjadi pendampingnya. Dia pernah menyebut pesohor, seperti Dian Sastro atau Raisha.
Dia menyebut nama Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Sarwo Handayani. Dia juga menyebut mantan Wali Kota Blitar Djarot Saiful Hidayat.
Menambah keramaian itu, Basuki malah menyebut tidak memerlukan wakil gubernur. Hal itu karena DKI Jakarta sudah punya empat deputi gubernur. Menurut dia, deputi itu sama artinya dengan wakil.
Jawaban sambil lalu itu berubah menjadi serius tatkala Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik mulai memberikan komentar. Politisi Partai Gerindra itu menyebutkan, Basuki tak otomatis menjadi gubernur menggantikan Jokowi.
Sebelumnya dia menyebutkan, wakil gubernur harus diajukan oleh dua partai politik pengusung pasangan Jokowi-Basuki saat Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta, yaitu PDI-P dan Partai Gerindra. Belakangan dia menyatakan siap menjadi wakil gubernur mendampingi Basuki.
Sudah beberapa waktu ini Basuki dan Taufik ”berbalas pantun” tentang hal ini. Nama keduanya menghiasi berbagai media, terutama media online dan televisi, saling mempertahankan opini masing-masing dan menuding opini pihak lain salah.
Dasar hukum
Seiring tidak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang digantikan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, ada beberapa hal yang memicu perdebatan itu.
DKI Jakarta juga memiliki Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Kekhususan DKI Jakarta. Belum jelas dasar hukum mana yang dipakai untuk menentukan pemegang kekuasaan di Jakarta berikutnya.
Biro Hukum DKI Jakarta, Senin (27/10), mengeluarkan penjelasan tentang pengisian kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Dalam keterangan tersebut, Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Sri Rahayu menyebutkan dasar pengisian kekosongan jabatan itu adalah Perppu Nomor 1 Tahun 2014.
Dijelaskan, pengisian kekosongan jabatan gubernur berdasarkan ketentuan Pasal 203 Ayat (1) Perppu Nomor 1 Tahun 2014. ”Pada intinya wakil gubernur secara otomatis menggantikan gubernur sampai dengan berakhir masa jabatannya, yaitu pada Oktober 2017,” kata Rahayu.
Pengisian kekosongan jabatan wakil gubernur berdasarkan ketentuan Pasal 203 ayat (2) Perppu Nomor 1 Tahun 2014. Pada intinya, lanjut Rahayu, siapa yang nanti akan menjadi wakil gubernur diatur berdasarkan perppu tersebut, bukan undang-undang yang lain.