"Saya bingung banget sama kebijakan mengatasi macet yang satu ini dari Pak Ahok (Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama). Larang sepeda motor, tetapi tidak disediakan lahan parkir. Beli bus gratisnya juga baru tahun depan," kata Adam, yang bekerja di kawasan MH Thamrin, kepada Kompas.com, Selasa (25/11/2014).
Rencananya, pada tahun 2015, Pemprov DKI akan membeli 100 bus tingkat. Sementara itu, penerapan pelarangan sepeda motor akan dilaksanakan pada 17 Desember 2014. Pemprov DKI menyediakan lima bus tingkat wisata gratis, transjakarta di Koridor I, dan angkutan umum lainnya yang melintas di kawasan tersebut sebagai alternatif bagi pengguna sepeda motor. Akhir pekan ini, DKI bakal menerima sebanyak lima bus dari Tahir Foundation.
Untuk lahan parkir sepeda motor, DKI menggunakan gedung-gedung yang sudah ada, antara lain di Lapangan IRTI Monas, Hotel Pullman/Wisma Nusantara, dan Grand Indonesia.
"Saya enggak kuat deh lihat bon parkirnya kalau disuruh park and ride di parkiran Grand Indonesia. Saya ini kerja dari pagi sampai malam, bisa-bisa bon parkirnya nyampe Rp 50.000 lagi tiap harinya. Sudah BBM naik, sekarang dipersulit lagi sama aturan ini," keluh Adam.
Tak hanya Adam, Adi (29) yang bekerja di kawasan Jalan Medan Merdeka Selatan juga tak sepakat dengan kebijakan tersebut. Menurut dia, seharusnya Pemprov DKI dapat memberi jaminan bahwa angkutan massal yang disediakannya nyaman dan aman. Transjakarta yang dibanggakan oleh Pemprov DKI, lanjut dia, tak jarang bermasalah. Adi mengaku tidak akan beralih menggunakan transportasi umum. Ia lebih memilih mencari jalan pintas atau alternatif menuju kantornya.
"Saya kapok parkir kalau bukan di kantor saya. Waktu itu, saya parkir di IRTI, beda yang jaga (parkir), beda juga 'nembak' tarif parkirnya. Benahi dulu deh lahan parkir sama busnya, baru aturannya diterapin. Nah ini, aturannya diterapin, baru benahi bus sama yang lainnya," kata Adi.
Penolakan juga disampaikan oleh Asep (50), seorang tukang ojek yang biasa mangkal di kawasan Bunderan Hotel Indonesia. Asep mengatakan, ia tidak akan mengikuti aturan tersebut, dan lebih memilih untuk mengantarkan pelanggannya menggunakan jalur belakang (jalur tikus). Ia menduga, pada masa mendatang, sepeda motor akan dilarang melaju di semua jalan protokol Ibu Kota, tidak hanya di kawasan Jalan MH Thamrin-Medan Merdeka Barat saja.
"Ya nanti paling motor kayak Bajaj, tidak boleh lewat di jalan-jalan besar. Cuma mobil-mobil saja yang boleh lewat di jalan besar yang aspalnya bagus. Kita mah ikut pimpinan saja deh, dia mau bicara apa, ya sudah diikuti saja apa maunya," kata Asep.