JAKARTA, KOMPAS.com — PT Kereta Api Indonesia membongkar enam rumah warga di dekat pintu keluar Stasiun Tanah Abang di kawasan Jatibaru, Jakarta Pusat, Sabtu (6/12). Pembongkaran itu terkait dengan proyek perluasan area pintu stasiun guna mengurangi antrean penumpang.

Kepala Humas PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi I Agus Komarudin mengatakan, penggusuran dilakukan untuk menambah kapasitas pintu masuk stasiun. Menurut dia, saat ini ada sekitar 70.000 penumpang yang masuk-keluar Stasiun Tanah Abang setiap hari dan karena keterbatasan akses, sering terbentuk antrean panjang.

Pantauan Kompas, Jumat, menunjukkan, kompleks salah satu stasiun utama di pusat Jakarta tersebut memang perlu terus diperbaiki. Akses menuju peron 5 dan 6 stasiun tersebut dari pintu utara stasiun belum dilengkapi atap dan jembatan penyeberangan. Akibatnya, pada musim hujan seperti saat ini, orang harus berhujan-hujan dan menyeberangi beberapa lintasan rel yang berbahaya.

Saat disinggung soal rencana pembangunan stasiun ke depan, Agus belum memastikan wilayah mana saja yang akan digusur. Saat ini, PT KAI masih fokus pada penambahan lahan akses masuk stasiun.

Warga penghuni rumah yang digusur untuk perluasan akses masuk stasiun tersebut sudah meninggalkan lokasi sebelum pembongkaran dilakukan. Rumah-rumah itu selama ini berdiri di atas lahan milik PT KAI yang disewa warga dengan harga sekitar Rp 24 juta per tahun.

Saat digusur, mereka mendapatkan bantuan Rp 250.000 per meter persegi. Uang itu mereka gunakan untuk menyewa rumah lain di pinggiran Jakarta, seperti di Bekasi dan Bogor.

Agus (56), pemilik salah satu rumah yang dibongkar, menyatakan, sosialisasi penggusuran dilakukan sejak September lalu. Melihat kebutuhan sarana dan prasarana pendukung PT KAI, warga enam rumah itu sepakat pindah. Agus mengungkapkan, pindah dari rumah tersebut berat, tetapi ia tetap akan pindah sebelum pembongkaran dilakukan.

Selain enam rumah yang sudah dibongkar, saat ini masih ada sekitar 16 rumah warga di sekitar lokasi itu. Nasib warga yang tinggal di lahan aset PT KAI itu belum jelas.

Akses jalan

Warga di 16 rumah yang tersisa tersebut meminta PT KAI mempertahankan akses jalan bagi mereka. Pasalnya, hanya ada satu jalan yang bisa mereka gunakan untuk keluar-masuk ke jalan raya dan saat ini jalan itu termasuk dalam lokasi proyek perluasan pintu Stasiun Tanah Abang.

”Ini jalan satu-satunya karena jalan lain buntu. Jalan ini juga digunakan untuk lewat perahu karet pada saat banjir,” ujar Alex Argo Hernowo (28), salah satu warga di lokasi tersebut.

Menurut Alex, warga juga menuntut biaya ganti rugi bangunan yang layak. ”Pada dasarnya kami mendukung rencana PT KAI meningkatkan pelayanannya. Namun, kami butuh kejelasan, lahan ini mau dipakai untuk apa. Apakah ada ganti rugi?” kata Alex.

Soleh Iskandar, Ketua RT 015 RW 001, Kelurahan Cideng, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, menambahkan, warga memang tidak punya sertifikat kepemilikan lahan. Namun, mereka punya surat penunjukan rumah dari PT KAI.

Rumah-rumah yang dihuni warga saat ini adalah bekas rumah dinas karyawan PT KAI. Warga dulu membeli rumah itu dari mantan karyawan PT KAI. Mereka juga rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan.

Agus mengatakan, pihaknya saat ini akan memusatkan perhatian pada lahan yang sudah digusur sebelum menangani tuntutan warga yang lain. ”Soal rencana penggusuran lain dan permintaan warga terhadap akses jalan masih akan dibicarakan,” ujar Agus.

Sementara itu, mulai 16 Desember nanti, dua dari tiga pelintasan kereta tanpa palang di Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, akan ditutup untuk mengurangi risiko kecelakaan. (DEA/WIN)