Darul Salam (52), sopir bajaj pengguna bahan bakar gas (BBG) di Pademangan, Jakarta Utara, Minggu (7/12), mengatakan, pengguna tak banyak pilihan lokasi pengisian karena jumlah stasiun yang terbatas. Dirinya yang beroperasi di wilayah Kemayoran-Pademangan-Mangga Dua biasa mengakses kendaraan pengisi BBG (mobile refueling unit/MRU) di Taman Waduk Pluit.
”Pada hari kerja, waktu tempuh dari Kemayoran ke Pluit bisa 30-40 menit karena jalanan padat. Dibutuhkan waktu setidaknya 1,5 jam per hari untuk mengisi bahan bakar. Padahal, saya hanya kerja 8 jam,” ujarnya.
Sunarto (45), sopir bajaj pengguna BBG di Jelambar, Jakarta Barat, mengatakan, antrean sering terjadi di sejumlah stasiun pengisian gas. Dia mencontohkan waktu antre di MRU di Kawasan Monas yang bisa mencapai 3 jam. Antrean juga terjadi di SPBG di Jalan Perintis Kemerdekaan di Jakarta Timur.
”Selain antre yang lama, saat ada unjuk rasa, akses menuju MRU di Monas sering terhambat. Selain itu, pengisian di MRU sering terhambat saat hujan, petugas menghentikan pengisian karena alasan keamanan,” ujarnya.
Menurut Sunarto, selain angkutan bajaj, sopir-sopir angkutan kota dan kendaraan pribadi mulai terlihat mengantre BBG. Mereka beralih dari bahan bakar minyak (BBM) yang harganya naik mulai 18 November 2014.
”BBG jadi alternatif karena murah, yakni Rp 3.100 per liter. Dengan premium, operasi bajaj saya menghabiskan Rp 90.000 sehari, sementara dengan gas hanya Rp 28.000 sehari,” katanya.
Bangun stasiun
Pemerintah DKI Jakarta, melalui badan usaha PT Jakarta Propertindo dan PT Transportasi Jakarta, berencana membangun 20 stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) dua tahun ini. Tambahan itu diharapkan melipatgandakan penyerapan gas yang kini diperkirakan baru sekitar 5 juta standar kubik per hari (million metric standard cubic feet per day/MMSCFD) karena keterbatasan stasiun pengisian. Padahal, gas yang tersedia mencapai 33,2 MMSCFD.
SPBG antara lain akan dibangun di Ancol dan Pluit. Dari 20 SPBG itu, 10 SPBG dibangun statis, sementara 10 SPBG lainnya bergerak. PT Jakarta Propertindo bertugas sebagai pelaksana pembangunan dengan kebutuhan dana mencapai Rp 28 miliar.
Penambahan itu juga untuk mengimbangi kebutuhan gas yang dipastikan meningkat seiring penambahan 800 bus transjakarta baru pada 2015. Dengan demikian, jumlah kilometer kosong berkurang karena bus tak perlu keluar jalur hanya untuk mengisi bahan bakar gas.
Sejalan dengan rencana itu, Perusahaan Gas Negara (PGN) juga berencana menambah jumlah SPBG. Juru bicara PGN, Irwan Andri Atmanto, mengatakan, dua cara akan ditempuh, yakni membangun SPBG-MRU serta mengembangkan stasiun pengisian terintegerasi (SPBT) bahan bakar minyak dan gas. ”Di SPBT ada BBM dan juga BBG,” ujarnya.
Irwan menambahkan, PGN akan menggandeng pemilik SPBU yang lokasinya berdekatan dengan pipa distribusi gas PGN. Saat ini ada 73 SPBU di Jakarta yang lokasinya berdekatan dengan pipa PGN. Integrasi ini diharapkan mempercepat penambahan stasiun pengisian gas.
”PGN menyambut positif permintaan Menteri BUMN Rini Soemarno yang meminta PGN bekerja sama dengan SPBU di bawah binaan Pertamina untuk mempercepat penambahan jumlah SPBG,” kata Irwan.
Menurut Irwan, SPBT menjadi peluang bisnis bagi pemilik SPBU ketika subsidi BBM berkurang. Terlebih pemerintahan Presiden-Wakil Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla menggenjot program konversi dari BBM ke BBG. SPBT akan dikembangkan juga di luar Jakarta, khususnya di lokasi di sekitar pipa distribusi PGN. (MKN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.