Dari informasi yang diperolehnya, Pras mengatakan apabila lahan itu sampai lepas, maka Lippo hanya perlu membayar Rp 18 miliar ke Pemprov DKI. Angka tersebut dinilainya tak sebanding dengan harga pasaran tanah yang ada di kawasan Jalan Thamrin.
"Sudah beberapa belas tahun lahannya tidak terbangun (oleh Lippo). Akhirnya sekarang malah mau menghilang, tanahnya mau dibeli Rp 18 miliar. Apa-apaan ini masa mau dibeli cuma Rp 18 miliar. Kalikan saja Rp 125 juta dengan 8.000 meter persegi," kata Pras, di Gedung DPRD DKI, Selasa (23/12/2014). [Baca: Prabowo Harap Ahok Turun Tangan di Sengketa Lahan Bank DKI dan Lippo]
Atas dasar itulah, Pras berencana membentuk panitia khusus (Pansus). Menurut Pras, Pansus nantinya tidak hanya akan mengaudit lahan milik Bank DKI yang terancam hilang itu, tetapi juga mengaudit aset-aset BUMD apa saja yang saat ini dalam status BOT (build operation transfer) ke pihak lain.
"Itu bagaimana sampai BOT ke Lippo. Terus kita kalah di MA katanya. Kok aset kita bisa hilang. Makanya ini kita mau Pansuskan. Aset mana saja ini yang dimilki Bank DKI. Kita juga mau audit aset mana saja yang di-BOT-kan," ujar politisi PDI Perjuangan itu.
Lahan sengketa antara Bank DKI dan Lippo berada tak jauh dari Hotel Sari Pan Pacific. Beberapa hari lalu, Pras mengaku belum lama mengetahui soal sengketa lahan tersebut.
Informasi baru diperolehnya saat Bank DKI meminta anggaran pembelian lahan untuk pembangunan kantor baru karena menganggap kantor mereka yang berada di Jalan Juanda sudah tidak memadai. [Baca: Cegah Lahan Bank DKI Jatuh ke Lippo, DPRD DKI Akan Bentuk Pansus]