Sebuah spanduk dibentangkan. Beberapa ban bekas dibakar. Mereka menentang Kodam Jaya yang akan melakukan penertiban terhadap penghuninya.
Warga berkumpul di jalan masuk permukiman yang berbatasan dengan Jalan Dewi Sartika. Kuasa hukum warga, Martin Walewangko, mengatakan, pengakuan hak milik lahan tersebut dilakukan sepihak oleh pihak Kodam Jaya. [Baca: Sempat Cekcok, Warga Pejambon Rela Rumahnya Dikosongkan Anggota Kodam Jaya]
"Warga sudah menempati lahan ini dari tahun 1948, ada 1.500 warga di sini. Pak Jokowi pun saat menjadi Gubernur berjanji akan membuatkan sertifikat warga di sini. Tetapi, ini kok malahan digusur," kata Martin. Padahal, lanjutnya, lahan itu ditempati oleh para anak cucu pejuang.
"Tanah ini tanah garapan. Apalagi, di dalamnya 33 titik kompleks Angkatan Darat di wilayah teritorial Kodam Jaya, lahan kami ini tidak termasuk," katanya.
Terlebih, pada UU Agraria, kata dia, lahan yang sudah 30 tahun ditempati warga dan tidak dimanfaatkan negara.
Sementara itu, Fathonah, Ketua RW 10, mengatakan, saat ini semua warga resah. Akibatnya, mereka mendirikan blokade dengan menggunakan portal.
Semua gang yang menuju masuk ke permukiman telah ditutup oleh pagar. Kini, pintu masuk permukiman tersebut hanya ada satu akses, yaitu di Jalan Jambul Lama.
"Kami mulai jaga ketat wilayah kami, setelah diberi Surat Peringatan (SP) I, tanggal 3 Desember 2014. Lalu SP II pada 16 Desember dan SP III pada 6 Januari. Kami akan pertahankan lahan kami," katanya.
"Jika rumah kami tetap dibongkar paksa, kami akan bongkar 62 makam orangtua kami di Taman Makam Pahalwan Kalibata. Tanda jasa akan kami kembalikan ke negara," kata dia mengancam. (Mohamad Yusuf)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.