Salah satu pintu air rusak terdapat di RT 012/RW 015, Kelurahan Tanjung Priok, Tanjung Priok, di dekat Pintu Air Sunter Utara. Pintu air yang mengarah ke pemukiman warga ini tidak dapat difungsikan lagi sehingga saluran air ditutup dengan karung.
Menurut Dedi Rosidi (48), Koordinator Operator Pintu Air Sunter Utara, Minggu (18/1), pintu air tersebut bertahun-tahun tidak difungsikan. Akibatnya, apabila air dari permukiman warga melimpah, air tak dapat dialirkan ke kali yang tembus ke laut.
”Jadi salurannya ditutup karung biar kalau air dari kali tinggi, atau air laut pasang, tidak masuk ke perumahan,” kata Dedi, yang telah bertugas sejak 15 tahun lalu ini.
Kepala Suku Dinas Tata Air Jakarta Utara Kasna mengatakan, puluhan pintu air di wilayah Jakarta Utara memang berada dalam kondisi yang keropos, bocor, dan rusak. Selain karena kurang perawatan, kondisi ini juga disebabkan pengaruh air laut yang mempercepat korosi.
”Kami mengusulkan adanya perbaikan 30 pintu air tahun ini, yang ukurannya kecil-kecil. Diharapkan penanganan banjir akan lebih maksimal dengan berkurangnya genangan,” katanya.
Normalisasi kali
Sementara itu, penertiban bangunan liar di Kali Sekretaris, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, belum tuntas. Hingga kemarin, masih ada sekitar 55 bangunan di bantaran kali yang belum dibongkar.
Pemprov DKI Jakarta mensterilkan bangunan yang berdiri 7 meter dari bantaran kali. Lahan tersebut akan digunakan untuk pembangunan jalan inspeksi dan jalur hijau.
Adapun panjang jalan yang ditertibkan sekitar 500 meter. Hal tersebut bertujuan agar alat berat lebih mudah masuk saat normalisasi kali.
Camat Kebon Jeruk Agus Triono mengatakan, 220 rumah sudah ditertibkan akhir tahun lalu. Pemilik rumah yang memiliki kartu tanda penduduk dan kartu keluarga DKI Jakarta mendapatkan jatah unit di rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Daan Mogot, Cengkareng, Jakarta Barat.
Meskipun demikian, beberapa warga terdampak memilih mengontrak atau menumpang di rumah keluarga karena merasa kehidupan sosialnya sudah terbangun di lingkungan itu.
”Banyak warga di sini menolak jatah rusunawa karena tak mau repot mengurus pindah sekolah anak, pekerjaan, dan sudah merasa nyaman dengan lingkungan di sini,” ujar Togar (57), warga setempat. (JAL/DEA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.