Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Arie Budhiman menuturkan, pendataan yang dimaksud adalah membuat sebuah database pemetaan kebutuhan pendidikan yang prosesnya akan berlangsung selama lebih kurang tiga bulan.
Setelah itu, ada kemungkinan penggabungan sekolah dilakukan tidak secara horizontal, tetapi antar-jenjang pendidikan.
"Regrouping itu tidak hanya sifatnya SMA dengan SMA, SMP dengan SMP, tetapi juga kemungkinan SMA dengan SD," ujar Arie di Balai Kota, Kamis (22/1/2015).
Arie menjelaskan, penggabungan akan melihat kebutuhan dan kondisi sekolah yang bersangkutan. Misalkan, ada SD yang jumlah muridnya sedikit dan kurang dari tempat yang tersedia, sementara ada SMA yang memerlukan tempat untuk murid yang lebih banyak, maka penggabungan itu memungkinkan.
Selain penggabungan antar-jenjang pendidikan, seperti yang pernah disebutkan sebelumnya, akan ada penghilangan sistem sekolah pagi dan petang. Untuk mendukung penghilangan sistem itu, gedung sekolah akan direnovasi menjadi lebih besar sehingga memungkinkan untuk menampung jumlah murid yang cukup banyak.
Bentuk penggabungan ini dinilai akan memberikan banyak keuntungan. Salah satunya adalah penghematan anggaran. Dengan penggabungan, Pemprov DKI bisa menghemat sekitar Rp 4 miliar dari pos bantuan operasional sekolah (BOS), dengan asumsi tiap satu sekolah mendapatkan Rp 10 juta per tahun.
Mantan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Lasro Marbun, pernah menyebutkan, pada tahun 2014, ada 2.329 sekolah negeri di Jakarta yang menempati sekitar 1.200 gedung. Apabila digabung, jumlahnya akan menyusut menjadi hanya sekitar 1.800 sekolah.
"Itu baru dari BOS, belum dari yang lainnya. Jadi, tujuan penggabungan sekolah ini untuk efisiensi. Soalnya, boros sekali kalau banyak sekolah," ujar Lasro.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.