Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pantaskah Lurah di DKI Digaji Rp 33 Juta?

Kompas.com - 30/01/2015, 08:48 WIB
Jessi Carina

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Lurah di DKI Jakarta mengalami kenaikan take home pay Rp 20 juta, menjadi Rp 33.730.000 sebulan. Pantaskah seorang lurah menerima gaji sebesar itu?

Lurah Gondangdia Susan Jasmine Zulkifli menceritakan beratnya tugas seorang lurah sehari-harinya. Pasalnya, seorang lurah harus bertanggung jawab penuh terhadap wilayah pimpinannya.

Ada cerita menarik, kemarin, Kelurahan Gondangdia menerima surat panggilan dari pengadilan sebagai saksi. Ternyata, ada kasus perdata mengenai kepemilikan tanah salah satu warga Gondangdia. Susan mengatakan, surat semacam itu bukan kali pertamanya hadir.

"Yang lucu itu, waktu itu ada surat kaya gini juga, saya baca pelan-pelan sama staf saya. Enggak tahunya perkara tahun 1965. Saya ketawa. Saya tanya ke staf saya, 'Kamu udah lahir belum tahun segitu? Saya aja belum'," ujar Susan di Kantor Lurah Gondangdia, Kamis (29/1/2015).

"Masa kita saja belum lahir, tapi tahu-tahu jadi tersangka," tambah Susan.

Susan mengatakan, biasanya, jika ada panggilan seperti itu, dia akan meminta salah satu pegawai kelurahan untuk datang. Tentunya, pegawai yang sudah lama bertugas di Kelurahan Gondangdia.

Biasanya, pertanyaan yang diajukan seputar tanah yang disengketakan. Apakah benar berada di Gondangdia dan berapa luasnya. Susan mengatakan, itu adalah salah satu contoh besarnya risiko seorang lurah.

Sebagai lurah, Susan harus berhati-hati dalam menandatangani sebuah surat. Susan bercerita beberapa waktu lalu ada pengajuan surat ahli waris ke Kelurahan Gondangdia. Selama beberapa hari, dia tidak menandatangani surat tersebut. Alasannya, berkas yang diperlukan masih kurang.

"Pas orangnya nanya kok belum tanda tangan? Saya suruh lengkapi dulu. Surat waris kan harus lengkap ya tanda tangan semua anak. Nanti kalau saya asal tanda tangan terus enggak tahunya ada anak yang enggak setuju, kena saya," ujar Susan.

Susan menghindari kemungkinan terjadi sengketa terhadap dokumen yang ia tanda tangani. Sementara itu, Susan juga mengaku tidak menguasai betul soal pertanahan. Wakil Lurah Susan, sewaktu ia menjabat sebagai Lurah Lenteng Agung dulu, bisa dibilang paham soal tanah. Susan mengatakan, terkadang dia sampai memanggil mantan wakilnya itu untuk membantunya memastikan surat tanah.

Susan mengatakan, seorang lurah harus menguasai wilayahnya masing-masing. Lurah juga sebagai pihak yang bersinggungan langsung dengan rakyat. Posisi ini begitu rawan terhadap praktik pungli. Susan mengatakan, penandatanganan surat tersebut juga menjadi lahan basah bagi lurah untuk mendapat uang tambahan.

"Tapi, kita kan kerja lurus aja. Kita juga jaga keselamatan diri kita sendiri dan lurah setelah kita. Jangan sampai lurah setelah saya dapat panggilan seperti ini atas perkara di zaman saya," ujar Susan.

Karena itu, Susan memahami keinginan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang menaikkan gaji PNS, terutama TKD. Susan mengatakan, TKD tidak diberikan dalam jumlah yang sama tiap bulannya, tetapi dari kinerja lurah dalam menyelesaikan persoalan. Hal ini agar para lurah takut dalam mengambil pungutan ilegal terhadap masyarakat.

"Kalau Pak Gubernur memang maunya seperti itu. Tapi, kalau kamu udah digaji segitu masih dalam tanda kutip 'main', ya sanksinya dipecat," ujar Susan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com