Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepala Dinas Ini Mengaku Gajinya Terlalu Besar

Kompas.com - 30/01/2015, 13:13 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Gaji pegawai negeri sipil (PNS) DKI yang ditambah dengan tunjangan kinerja dinamis (TKD) dinilai terlalu besar. Gaji sebesar itu dikatakan oleh Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Perdagangan DKI Joko Kundaryo tidak sebanding dengan pekerjaan para pegawai.

"Besar sekali, terlalu besar. Harusnya TKD dinamis bisa buat uang pensiun PNS, lebih baik," kata Joko kepada Kompas.com di Balai Kota, Jumat (30/1/2015).

Joko menambahkan, gaji PNS yang dikenakan TKD statis saja sudah cukup daripada ditambah lagi dengan TKD dinamis. Apabila sistem TKD dinamis diterapkan sekarang, dana pensiun tidak akan cukup untuk para pegawai yang sudah pensiun. [Baca: Ini Daftar Gaji PNS DKI yang Nilainya Tinggi]

Joko sendiri mengakui gajinya juga terlalu besar. Sebagai kepala dinas, Joko bisa mendapat gaji sebesar Rp 75.642.000. Meski demikian, Joko menyerahkan sepenuhnya sistem dan pelaksanaan program tersebut kepada satuan kerja perangkat daerah yang berwenang.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menganggarkan sekitar Rp 19 triliun untuk belanja pegawai atau gaji pegawai. Kepala Bidang Kesejahteraan Masyarakat dan Pensiun Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Etty Agustijani menjelaskan, jumlah itu dimasukkan ke dalam Rancangan APBD DKI 2015.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengambil kebijakan peningkatan gaji PNS ini untuk mengalihkan nilai honorarium yang dipangkasnya. Menurut Etty, nilai honorarium dalam APBD DKI menghabiskan 30-40 persen dari total APBD.

TKD sendiri dibagi menjadi dua macam, yakni TKD statis dan TKD dinamis. TKD statis dikoreksi berdasarkan tingkat kehadiran pegawai. Jika pegawai terlambat datang, cepat pulang, alpa, izin, dan sakit, TKD statis akan dipotong.

Besaran potongannya, alpa 5 persen, izin 3 persen, sakit 2,5 persen, serta datang terlambat dan cepat pulang perhitungan pemotongannya sekitar 3 persen. Sementara itu, TKD dinamis dihitung berdasarkan pekerjaan pegawai. TKD ini dihitung dari berapa persen pegawai itu mampu menyelesaikan pekerjaannya.

"Masing-masing pegawai itu bekerja sekitar 7,5 jam dan lima jam efektif bekerjanya. Kalau dimenitkan, ada lima jam kerja dikali 20 hari kerja, dikali 60 menit, sehingga dalam sebulan sekitar 600 menit. Waktu itulah yang akan dikonversi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dicapai setiap harinya. Misalnya, mengetik surat, sudah dibobotkan mulai ringan, sedang, dan berat. Itu yang akan dipoinkan menjadi TKD dinamis," kata Etty menjelaskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Megapolitan
Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Megapolitan
Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Megapolitan
Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Megapolitan
Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Megapolitan
Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Megapolitan
Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko 'Saudara Frame': Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko "Saudara Frame": Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Megapolitan
Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Megapolitan
Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Megapolitan
DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

Megapolitan
Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Megapolitan
Saat Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Saat Toko "Saudara Frame" Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com