Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok: Reformasi Birokrasi Kita Selama Ini Gagal

Kompas.com - 03/02/2015, 12:33 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com  Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan bahwa reformasi birokrasi yang dilakukan sekian lama di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah gagal.

Dia memberi contoh soal birokrasi pada masa lalu, saat ada atasan yang belum pensiun, maka seorang bawahan tidak memiliki peluang untuk naik jabatan.

"Makanya, kalau kamu dulu bawahan mondar-mandir ke mana-mana tetap saja di situ-situ terus. Sekarang kita ubah sistemnya berdasarkan prestasi," kata Basuki di Balai Kota, Selasa (3/2/2015).

Terkait dengan prestasi atau kinerja, pria yang akrab disapa Ahok itu kembali menyinggung soal tunjangan kinerja daerah (TKD) dinamis sebagai patokan. Dengan demikian, baik bawahan maupun atasan, pejabat, atau staf biasa, apabila bekerja dengan baik dan rajin, akan menerima tambahan gaji dari TKD dinamis.

"Harus diingat, TKD itu tunjangan lho. Jadi saya enggak potong gaji pokok dan TKD statis kamu yang sifatnya tetap. Tetapi kalau rajin, bisa dapat tambahan dari TKD dinamis itu," tambah Basuki.

Pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menganggarkan sekitar Rp 19 triliun untuk belanja pegawai atau gaji pegawai. Kepala Bidang Kesejahteraan Masyarakat dan Pensiun Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Etty Agustijani menjelaskan, jumlah itu dimasukkan ke dalam Rancangan APBD DKI 2015.

Tujuan Basuki mengambil kebijakan peningkatan gaji PNS ini untuk mengalihkan nilai honorarium yang dipangkasnya. Menurut Etty, nilai honorarium di APBD DKI menghabiskan 30-40 persen dari total APBD.

TKD dibagi menjadi dua macam, yakni TKD statis dan TKD dinamis. TKD statis dikoreksi berdasarkan tingkat kehadiran pegawai. Jika pegawai terlambat datang, cepat pulang, alpa, izin, dan sakit, maka TKD statis akan dipotong. Besaran potongannya, alpa 5 persen, izin 3 persen, sakit 2,5 persen, serta datang terlambat dan cepat pulang perhitungan pemotongannya sekitar 3 persen.

Sementara TKD dinamis dihitung berdasarkan pekerjaan pegawai. TKD ini dihitung dari persentase pegawai itu mampu menyelesaikan pekerjaannya.

"Masing-masing pegawai itu bekerja sekitar 7,5 jam dan lima jam efektif bekerjanya. Kalau dimenitkan, ada lima jam kerja dikali 20 hari kerja, dikali 60 menit, sehingga dalam sebulan sekitar 600 menit. Waktu itulah yang akan dikonversi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dicapai setiap harinya. Misalnya mengetik surat, sudah dibobotkan mulai ringan, sedang, dan berat. Itu yang akan dipoinkan menjadi TKD dinamis," kata Etty menjelaskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Megapolitan
Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Megapolitan
Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Megapolitan
Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Megapolitan
Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Megapolitan
Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Megapolitan
Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Megapolitan
Disdukcapil DKI Bakal Pakai 'SMS Blast' untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Disdukcapil DKI Bakal Pakai "SMS Blast" untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Megapolitan
Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Megapolitan
8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com