Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Sopir Kopaja Rela Setor Pungli ke Polisi di Bundaran HI

Kompas.com - 06/02/2015, 10:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sopir kopaja 19 memiliki alasan mengapa rela memberi pungli kepada polisi dan petugas Dinas Perhubungan untuk berputar di Bundaran HI, tak lanjut ke Tanah Abang. Menurut salah seorang sopir kopaja 19, hal itu dilakukan untuk mengejar setoran yang seharinya mencapai Rp 500.000.

Simis (50), seorang sopir kopaja 19, mengatakan, bus sedang jurusan Cilandak-Blok M-Tanah Abang itu sudah seperti mati segan hidup tak mau. Trayeknya banyak bersinggungan dengan trayek lain. Akibatnya, penumpang terus menyusut.

Menurut dia, kopaja 19 sudah tak pernah lagi mengangkut penumpang sampai Cilandak. Di Cilandak terlalu macet dan ada lima kopaja lain yang trayeknya merebut kopaja 19. Belum lagi ada bus transjakarta Koridor I.

Lima angkutan yang bersinggungan dengan kopaja 19 antara lain kopaja 605 A jurusan Ragunan-Blok M, lalu kopaja 63 Depok-Blok M, kopaja 615 Lebak Bulus-Tanah Abang, dan Kopaja 614 Pasar Minggu-Kebayoran. Lalu, masuk ke Sudirman, ada bus transjakarta.

Maka, kata Simis, habislah sebenarnya trayek kopaja 19. Andalan satu-satunya hanya rute Blok M-Stasiun Sudirman, mengangkut penumpang-penumpang tercecer yang malas naik transjakarta karena terlalu sesak dan antre pada pagi dan sore hari.

"Jadi, sebenarnya sekarang kopaja 19 hanya melayani Blok M-Stasiun Sudirman, terutama di jam kereta sibuk," ucap Simis.

Simis mengatakan, pada jam sibuk kereta, apabila dia berjalan sampai Tanah Abang, maka akan kehilangan waktu jam sibuk itu. Sebab, berputar ke Tanah Abang terlalu macet. Makanya, pada pagi dan sore hari lebih baik berputar di Bundaran HI.

Kalau pagi hari, keuntungan berputar di Bundaran HI ialah bisa lekas mengambil penumpang di Stasiun Sudirman, lalu mengantarnya ke perkantoran di sepanjang Sudirman sampai Blok M. Pada sore hari, keuntungannya berputar di situ ialah lantaran sampai di Stasiun Sudirman penumpang sudah habis. Dari Jalan MH Thamrin-Tanah Abang sudah pasti tak ada lagi penumpang. Ditambah lagi macet sehingga rugi bensin dan waktu. Bahkan, sampai Blok M, kopaja 19 bisa kosong.

Pantauan Wartakotalive.com, Kamis (5/2/2015), dari Tanah Abang-Blok M, bus kopaja 19 memang tak bisa penuh. Banyak kursi kosong sampai di tujuan akhir.

Pada sore hari, kopaja 19 baru mulai mengisi penumpang di sekitar Ratu Plaza, lalu Senayan, dan Bendungan Hilir. Kemudian, semua penumpang itu akan turun di Stasiun Sudirman. "Makanya, lebih baik berputar di Bundaran HI kalau di jam sibuk," kata Simis.

Setoran kopaja 19 memang cukup besar. Di jarak yang makin menyempit itu, bahkan tak sampai dua kilometer (Blok M-Tanah Abang), setiap hari sopir mesti menyetor Rp 500.000. Biasanya, sehari mereka bisa dapat Rp 1 juta. Rp 500.000 untuk setoran, lalu Rp 300.000 biaya solar. Lalu kernet Rp 50.000 dan sopir Rp 150.000. Apabila ada untung lebih, kernet bisa dapat Rp 100.000 dan sopir Rp 150.000. "Beginilah Mas, trayek ini sudah mati sebenarnya. Hidup segan mati tak maulah," kata Simis. (Theo Yonathan Simon Laturiuw)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Megapolitan
Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Megapolitan
Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Megapolitan
Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Megapolitan
Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com