Pertama-tama, perlu diluruskan bahwa indikator yang digunakan dalam survei tersebut berjumlah 44 buah, dibagi lagi menjadi 4 kelompok besar, yaitu keamanan digital, kesehatan, infrastruktur, dan personal.
Dari seluruh indikator, angka kematian korban bencana alam merupakan indikator terburuk Kota Jakarta (peringkat ke-50), diikuti dengan akses terhadap kesehatan (49), jumlah ketersediaan dokter (49), akses makanan yang aman dan berkualitas (49), dan kualitas pelayanan kesehatan (48).
Adapun beberapa indikator kriminalitas mendapatkan nilai pada ambang rata-rata, seperti persepsi keamanan (peringkat ke-33), kegiatan kelompok kriminal (23), dan kejahatan berat (16). Artinya, pokok masalah ”ketidakamanan” Jakarta bukan bertumpu pada masalah kriminalitas.
Kapasitas layanan
Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diluncurkan pada awal pemerintahan Jakarta Baru, mulai 10 November 2012, masih merupakan terobosan terbaik dari seluruh program kerja. Keterjaminan warga, terutama golongan miskin dan rentan miskin, pada akses kesehatan dipastikan akan mendorong kualitas hidup warga Kota Jakarta.
Laporan akhir tahun Kompas (31/12) yang memaparkan pertumbuhan pasien pengguna KJS 300.000 pasien per tahun signifikan menunjukkan pemenuhan kebutuhan warga. Berbagai program inisiatif, seperti klinik layanan di rumah susun, layanan gawat darurat melalui telepon, dan peningkatan kelas puskesmas menunjukkan usaha pemerintah meningkatkan kinerja KJS.
Namun, pekerjaan rumah pemerintah masih cukup banyak. Kasus-kasus penolakan pasien akibat kamar penuh atau fasilitas tidak tersedia masih terjadi (Kompas, 2/12).
Dalam survei Economist Intelligence Unit (EIU), jumlah ketersediaan dokter dan tempat tidur rumah sakit di Jakarta masih tertinggal jauh dibandingkan dengan kota negara tetangga, seperti Bangkok dan Ho Chi Minh City. Dengan rencana awal target peserta KJS 4,7 juta jiwa, tentu saja kapasitas sumber daya pelayanan kesehatan harus menjadi prioritas utama pemerintah sekarang ini.
Rumitnya proses administrasi yang sering menghambat warga terhadap akses pelayanan harus segera diselesaikan. Keberadaan program Kartu Indonesia Sehat sebagai pengembangan Jaminan Kesehatan Nasional pun sempat dikhawatirkan memperumit program KJS. Integrasi data dari berbagai program sosial ini menjadi satu kesatuan dalam E-KTP harus menjadi impian, setidaknya untuk menjawab ketumpang tindihan metode ”kartu”.
Korban banjir
Sejauh ini, apabila dibandingkan dengan musim hujan tahun-tahun sebelumnya, frekuensi dan lama kejadian banjir genangan di beberapa titik terlihat menurun. Namun, masalah utama Kota Jakarta ini masih jauh dari kata selesai.
Sebagai ancaman bencana alam terbesar perkotaan versi PBB, banjir memang bukan perkara yang mudah. Terlebih lagi bagi Jakarta yang secara geografis sudah mengundang genangan. Maka, Jakarta perlu waktu dan usaha ekstra untuk menghadapi masalah ini.
Selain itu, dampak pasca banjir, seperti penyakit leptospirosis, harus pula menjadi perhatian utama pemerintah. Walaupun tidak mengambil korban materiil seperti banjir, penyakit ini pada 2014 merenggut korban jiwa 18 orang, dengan total keseluruhan 104 kasus. Artinya, angka korban kematian akibat penyakit pasca banjir hampir sejajar dengan korban kematian bencana banjir pada tahun yang sama. Padahal, angka ini belum ditambah dengan korban dari penyakit lain yang berhubungan langsung dengan banjir ataupun musim hujan, seperti diare, demam berdarah, dan infeksi saluran pernapasan.
Keterjaminan pedestrian