Menurut dia, survei kebutuhan hidup oleh Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta dilakukan dengan menggunakan standar kebutuhan hidup cukup (KHC) bukan dengan kebutuhan hidup layak (KHL).
Kebijakan itu diambil Basuki seusai rapat bersama Wakil Presiden Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II, Boediono, di Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
"Pas rapat itu saya tahu, dulu penghitungan survei dengan menggunakan 2.500 kalori dan angka kemiskinan di Jakarta 4,7 persen. Jika dirupiahkan kebutuhan hidup layak (KHL) warga DKI hanya Rp 459. 000. Saya bilang ke Pak Wapres, kalau standar penghitungan itu salah. Pak Boediono kan orangnya sopan dan dia langsung jawab saya begini, 'habis bagaimana lagi Pak Ahok (Basuki), ini sudah perhitungan standar nasional'," kata Basuki, saat menyampaikan sambutannya di Gedung BKKBN, Jakarta Timur, Senin (16/2/2015).
Sepulang Basuki dari Yogya, ia langsung memanggil BPS DKI. Ia meminta BPS membuat survei yang menggunakan KHC. Standar perhitungan ini untuk membedakan dengan standar perhitungan kebutuhan hidup yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI.
Pada tahun 2014, BPS mengeluarkan survei dan diketahui KHL satu keluarga dua anak sebesar Rp 5-6 juta tiap bulannya. Dari survei itu, diketahui pula ada 17 persen warga yang berada di bawah standar kebutuhan hidup cukup.
"Memang secara politik, mereka (BPS) katakan 'nanti Bapak gagal (memimpin DKI), masak baru memimpin Jakarta dua tahun, kemiskinan bertambah. Saya bilang saja ke mereka, 'tidak apa-apa. Saya tidak terpilih lagi pun ikhlas, asal program pemerintah berjalan'," kata Basuki.
Ratusan pegawai Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Keluarga Berencana (BPMPKB) DKI yang memadati auditorium gedung BKKBN langsung bertepuk tangan mendengar sambutan Basuki itu.
Saat ini, ia mengaku sudah memetakan RW mana saja yang sejahtera dan tidak. Menurut pria yang akrab disapa Ahok itu, hal tersebut penting untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk dan mendata tingkat kemiskinan di Ibu Kota. Hal-hal seperti itulah yang akan berpengaruh dan menjadi model bagi daerah lainnya.
Pemetaan RW itu akan lebih baik dijalankan dengan keberadaan tokoh masyarakat, pemimpin agama, guru-guru, dan ibu-ibu pengajian yang tergabung dalam PKK.
"Kami beri dana (BPS) untuk memetakan RW mana yang kurang aman sampai tidak aman, kurang sejahtera sampai sejahtera. Kemudian kami bikin dua garis, hasilnya akan menarik. Karena akan ada RW yang sejahtera tapi ternyata tidak aman dan RW yang aman tapi warganya tidak sejahtera, ini yang harus jadi perhatian," kata Basuki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.