Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesan Terabaikan dari Pintu Air Zaman Soeharto di Waduk Pluit

Kompas.com - 23/02/2015, 14:43 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan tahun dikurung permukiman liar, pintu air ini akhirnya dapat terbebas. Kondisinya yang rapuh jadi simbol betapa lama pintu air ini ditinggal tanpa perawatan.

Namanya pintu air Kali Gendong, yang terletak di sisi timur Waduk Pluit, berbatasan dengan Jalan Pluit Selatan Raya, di Penjaringan, Jakarta Utara. Bangunan liar yang tumbuh di sekeliling pintu air menjadi satu alasan pintu air ini akhirnya ditinggal mati.

Kondisinya kini memprihatinkan. Tembok pintu air yang dulunya kokoh itu sudah retak dan keropos dimakan usia. Besi dari dalam tembok pintu air yang keropos itu sudah mencolok keluar dengan kondisi yang berkarat.

Bagian daun pintu air yang dibangun sejak 1980 pada era Presiden Soeharto itu juga bukan lagi menahan air saja, tetapi gunungan sampah. Tinggi lumpur setebal 1,5 meter sudah sama dengan tinggi daun pintu air.

Tepat 30 meter di belakang pintu air tua itu, masih berdiri puluhan rumah liar penduduk. Itu adalah sisi timur Waduk Pluit. Banyak rumah dibangun bermodel panggung menutupi Kali Gendong, nyaris membuat permukaan airnya hilang tak terlihat.

Keberadaan rumah-rumah itu menyebabkan air dari Kali Gendong yang melewati pintu air ini tercemar. Airnya berbau busuk dan berwarna hitam. Setelah terkurung begitu lama dengan bangunan liar, akhirnya pintu air itu muncul lagi dengan sebuah pesan yang lama tersembunyi.

Pesan itu tertera di salah satu tembok pintu air Kali Gendong. Bunyi pesan tersebut yakni;

"Air, tanah, dan udara milik bangsa dan negara. Air dapat berlaku sebagai sumber hidup. Kita harus perlakukan secara bijak dan lestari agar memberi manfaat sebesarnya bagi kesejahteraan rakyat."

Joko (28) warga RT 16 RW 17, yang tinggal di belakang pintu air itu mengatakan, sudah lama pintu air itu mati tidak beroperasi lagi. "Mungkin sekitar tahun 1990-an," kata Joko, kepada Kompas.com, di sekitar pintu air, di Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (23/2/2015).

Joko melanjutkan, sebelum adanya pembongkara di sekeliling pintu air itu, gubuk dan permukiman liar berdiri. Ketika Joko kecil, pintu air ini masih mengaliri air bersih dari Kali Gendong.

"Dulunya masih berfungsi buat aliran air. Sekarang sudah mati-lah. Sebelum dibongkar itu di pinggir-pinggir pintu air itu penuh rumah," ujar Joko, sambil menunjuk.

Joko menyebut, pintu air itu ditinggal sekitar tahun 1990, ketika pertumbuhan permukiman di daerah tersebut berkembang pesat. Akibat ditinggal, pintu air menjadi tidak terawat.

"Hancur itu pada keropos kena hujan sama enggak pernah dirawat," kata pria yang besar kecil di kawasan itu. Meski tak terurus lagi, pintu air ini masih dipantau petugas pompa di Waduk Pluit.

Menurut Joko, saat ini pintu air tua itu rencananya akan dibongkar. Tujuannya untuk direhab menjadi lebih baik. Koordinator dan Pelaksana Normalisasi Waduk Pluit, Heryanto membenarkan hal ini. Ia mengatakan perbaikan akan segera dilakukan oleh Dinas PU untuk pintu air tersebut.

"Nanti akan dibetulkan segera. Yang mengerjakan nanti dari Dinas PU. Setelah itu, 13 saringan air yang ada di depan pintu air ini juga akan dibongkar untuk diperbaiki," ujar Heryanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Minta Polisi Periksa Riwayat Pelanggaran Hukum Sopir Fortuner Arogan Berpelat Dinas TNI, Pakar: Agar Jera

Minta Polisi Periksa Riwayat Pelanggaran Hukum Sopir Fortuner Arogan Berpelat Dinas TNI, Pakar: Agar Jera

Megapolitan
Diwarnai Aksi Lempar Botol dan Batu, Unjuk Rasa di Patung Kuda Dijaga Ketat Polisi

Diwarnai Aksi Lempar Botol dan Batu, Unjuk Rasa di Patung Kuda Dijaga Ketat Polisi

Megapolitan
Basarnas Resmikan Unit Siaga SAR di Kota Bogor

Basarnas Resmikan Unit Siaga SAR di Kota Bogor

Megapolitan
Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 ke Filipina, Total Kerugian Hingga Rp 6 Miliar

Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 ke Filipina, Total Kerugian Hingga Rp 6 Miliar

Megapolitan
Farhat Abbas Daftar Jadi Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Farhat Abbas Daftar Jadi Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Siswa SMP di Palmerah Ditemukan Gantung Diri di Kamarnya

Siswa SMP di Palmerah Ditemukan Gantung Diri di Kamarnya

Megapolitan
Selain ke Gerindra, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Juga Mendaftar Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Selain ke Gerindra, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Juga Mendaftar Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Keluarga Pemilik Toko Bingkai 'Saudara Frame' yang Kebakaran Dikenal Dermawan

Keluarga Pemilik Toko Bingkai "Saudara Frame" yang Kebakaran Dikenal Dermawan

Megapolitan
Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 di Filipina, Percaya karena Pelaku Pernah Berangkatkan Mahasiswa

Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 di Filipina, Percaya karena Pelaku Pernah Berangkatkan Mahasiswa

Megapolitan
 Aksi Lempar Botol Warnai Unjuk Rasa di Patung Kuda

Aksi Lempar Botol Warnai Unjuk Rasa di Patung Kuda

Megapolitan
Polisi Belum Bisa Pastikan 7 Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Satu Keluarga atau Bukan

Polisi Belum Bisa Pastikan 7 Korban Kebakaran "Saudara Frame" Satu Keluarga atau Bukan

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi Bersama Kontras Tuntut Kemerdekaan Palestina

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi Bersama Kontras Tuntut Kemerdekaan Palestina

Megapolitan
Massa Gelar Demo di Patung Kuda, Tuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024

Massa Gelar Demo di Patung Kuda, Tuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024

Megapolitan
Ada Demo di Patung Kuda, Arus Lalin Menuju Harmoni via Jalan Medan Merdeka Barat Dialihkan

Ada Demo di Patung Kuda, Arus Lalin Menuju Harmoni via Jalan Medan Merdeka Barat Dialihkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com