Menurut dia, sistem itulah yang membuat ia mengetahui adanya usulan anggaran "siluman" yang disisipi oknum DPRD DKI senilai Rp 12,1 triliun.
"Makanya, orang DPRD kesulitan (masukkan anggaran siluman). Kalau dulu kan dia (anggota DPRD) maksa orang (staf SKPD) untuk mengisi anggaran dan SKPD isikan, itulah yang ditemukan sama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DKI ada siluman," kata Basuki, di Balai Kota, Jumat (27/2/2015). [Baca: Lulung: DPRD Tak Alergi dengan "E-budgeting", tetapi Itu Bukan Produk Hukum]
Temuan anggaran siluman itu akhirnya tidak dibahas lagi karena tidak diketahui pihak mana yang berani memasukkan anggaran tidak prioritas tersebut. Dengan menggunakan sistem e-budgeting, tidak semua pihak bisa mengubah anggaran di software tersebut.
Dahulu, penyusunan anggaran menggunakan Microsoft Excel dan anggota DPRD dengan mudah memotong 10-15 persen anggaran program unggulan dan menggantinya untuk pembiayaan hal tidak penting.
"Begitu saya tanya siapa yang mengubah anggaran ini, enggak ada (anggota DPRD dan SKPD) yang mengaku karena semua orang bisa nge-print (APBD) sendiri. Nah, kalau masuk sistem e-budgeting, kamu enggak bisa buka (anggaran) seenaknya karena kamu tidak punya password untuk membuka sistem itu," kata Basuki.
Pihak berwenang yang memiliki password untuk mengakses sistem e-budgeting adalah Gubernur DKI, Sekretaris Daerah (Sekda), Kepala Bappeda DKI, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI, serta perwakilan dari masing-masing SKPD DKI.
"Nah dengan gunanya password ada yang mengetik, langsung tercatat otomatis, diketik berapa dan jam berapa. Jadi, bisa ketahuan siapa yang buka sistem itu," kata Basuki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.