Basuki menjelaskan alasannya mengapa baru sekarang ini ia melaporkan kasus penyalahgunaan APBD sejak tahun 2012 lalu. Menurut Basuki, penyalahgunaan anggaran tahun-tahun sebelumnya kebanyakan membuat pejabat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) masuk ke dalam jeruji besi.
Sementara itu, oknum DPRD terbebas dari tuduhan penyalahgunaan anggaran. Karena tidak menggunakan e-budgeting saat menyusun anggaran, banyak anggota DPRD yang berkelit tidak terlibat dalam penyalahgunaan anggaran.
"Ada enggak oknum DPRD masuk penjara? Tahun lalu pun dia mengelak, 'Itu bukan kami (yang masukkan anggaran) karena yang merancang dan mengisi anggaran itu SKPD.' Makanya, saya tunggu sampai (penyusunan anggaran tahun) 2015, ternyata mereka membuat (RAPBD) versi mereka dan sekarang sudah jelas kan siapa yang beli UPS segala macam? DPRD," kata Basuki.
Setelah menggunakan e-budgeting, tahun ini, Basuki mengklaim pejabat SKPD dan anggota DPRD tidak ada lagi yang bisa bermain dengan anggaran. DPRD pun, lanjut dia, telah berani mengakui memiliki dokumen RAPBD versi mereka sendiri.
"Ini namanya 'jebakan batman' versi Ahok. Sekarang DPRD enggak bisa lagi bilang kamu yang mengetik (anggaran). Sekarang DPRD secara terang-terangan bilang (dokumen RAPBD) ini versi kami, ini yang palsu. Nah, jadi ini yang menarik sekarang," kata Basuki.