Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Divonis Hakim 5 Tahun Penjara, Drajat Adhyaksa Menangis

Kompas.com - 06/03/2015, 21:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Air mata mantan Sekretaris Dinas Perhubungan DKI Jakarta Drajat Adhyaksa menetes ketika Majelis Hakim Supriyono menjatuhkan hukum penjara selama lima tahun atas kasus pengadaan bus Transjakarta oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2013. Drajat dinilai terbukti bersalah melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 53 miliar.

Setelah melakukan pembacaan putusan kurang lebih sekitar 2 jam, Majelis Hukum Supri‎yono menuturkan bahwa saudara Drajat terbukti bersalah karena melakukan tindak korupsi secara bersama-sama dalam pengadaan bus TransJakarta tahun 2013.

‎Sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)‎, Drajat dianggap lalai dalam pengawasan anggaran pengadaan ratusan bus Transjakarta. Dari empat paket pengadaan yaitu bus sedang, bus articulated dan bus single, kerugian negara mencapai Rp 53 miliar.

"Menyatakan saudara R Drajat terbukti secara sah tindak korupsi bersama-sama. Dan menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun dan denda rp 250 juta dengan ketentuan kalau tidak bisa membayar maka akan dikenakan kurungan selama 3 bulan," kata Supriyono saat membacakan putusan di ruang sidang I Gedung Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (6/3/2015).

‎Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Drajat terbukti memenuhi unsur dakwaan subsider yakni Pasal 3 UU No 31/1999 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dengan hukuman 10 tahun penjara.

Akan tetapi, Majelis Hakim hanya mengabulkan tuntutan Pasal 2 Ayat‎ 1 undang-undang ‎pemberantasan tindak pidana korupsi junto Pasal 55 Ayat 1 ke satu KUHP dengan hukum 5 tahun penjara.

"Ini memiliki ‎kekuatan hukum yang tetap dalam menetapkan terdakwa sesuai surat-surat ebagai daftar bukti," tuturnya sambil mengetokan palu.

Hal ini sontak membuat hati Drajat terenyuh. Dia hanya bisa menunduk dan meneteskan air mata saat mendengarkan putusan majelis hakim. Dengan terus mendengarkan, sesekali dia mengusap air mata dari pipinya. Istri yang mendampinginya, Wiwik yang mengenakan pakaian berwarna hijau pun ikut terharu dan menangis mendengarkan putusan hakim.

Majelis hakim mengatakan bahwa putusan ini masih bisa dibanding. Namun, Drajat menyetujui putusan itu. Sementara itu, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta waktu kepada majelis hakim untuk menyatakan keberatan.

Setelah itu, Drajat keluar dari ruang sidang 1 dengan terus meneteskan air mata. Saat ditanya putusan hakim lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum selama 10 tahun penjara dia tidak ingin berkomentar.

"Saya rasa belum bisa komentar untuk masalah ini," kata Drajat sambil keluar ruang sidang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Megapolitan
Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Megapolitan
Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal 'Fogging' buat Atasi DBD di Jakarta

Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal "Fogging" buat Atasi DBD di Jakarta

Megapolitan
April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com