"(Lulung dan Ahok) Sama tidak propernya karena mengedepankan emosi, membuat kegaduhan dan keresahan publik, jadi itu (komunikasi politik) tidak tepat di level demokrasi," kata Firman Nur di Jalan Saharjo, Jakarta Selatan, Minggu (15/3/2015).
Ahok, kata Firman, lebih menekankan pada komunikasi yang dapat dengan mudah dipahami masyarakat. Sayangnya, komunikasi itu cenderung vulgar dan tidak mengindahkan dari segi bahasa.
"Spiritnya yang mau merobohkan politik santun tapi oligarki kemudian sekarang bisa berkata apapun. Itu membuat kontraprodukrif terhadap demokrasi itu sendiri," kata Firman.
Sementara itu, Firman menilai gaya komunikasi Lulung terkesan mencari kegaduhan politik sehingga terlihat konfrontatif. "Attitude dia kan terlihat konfrotatif. Kalau dilihat bahasanya ya menunjukkan level komunikasinya segitu," tegas Firman.
Komunikasi politik 'antisantun', kata Firman, sebenarnya menekankan pada pembuatan langkah-langkah politik baru yang tidak terpenjara atau terkesan santun, namun sebenarnya oligarki.
"Ini yang terjadi di masa masa sebelumnya yang kemudian jadi tren dan orang orang mengenal sebagai politik transaksional. Itu yang kemudian menjadikan politik artifisial," jelas Firman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.