Sebab, kata dia, DPRD sebelumnya telah mengklaim bahwa dokumen RAPBD yang dikirim DKI ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merupakan dokumen palsu.
"Kalau dia (DPRD) enggak bikin (pembahasan RAPBD) deadlock, dia malu sendiri dong kan dia bilang ada dua versi RAPBD," kata Basuki, di Balai Kota, Selasa (17/3/2015).
Dugaan pengiriman dokumen RAPBD palsu ke Kemendagri itulah yang menjadi dasar pelaksanaan hak angket. Selain itu, pelaporan beberapa anggota DPRD DKI kepada Basuki ke Bareskrim Polri juga karena alasan tersebut.
Basuki mempertanyakan kepada DPRD, jika mereka menyebut dokumen RAPBD DKI palsu, kenapa Kemendagri mau melakukan evaluasi serta mengoreksinya.
"Berarti Mendagri mengkoreksi dokumen palsu dong. Kalau evaluasi ini, kami bahas bersama, dan kami serahkan kembali ke Kemendagri dalam bentuk Perda, malu kali DPRD. Masa dokumen palsu disahkan dia, mungkin pikiran mereka (membuat deadlock pembahasan) seperti itu," kata Basuki.
Lebih lanjut, pembahasan itu tinggal soal koreksi dokumen RAPBD dari Kemendagri saja. Tidak perlu lagi membanding-bandingkan dokumen RAPBD DKI dengan RAPBD versi DPRD DKI.
DPRD bersama DKI tinggal memutuskan pengalihan anggaran yang dikoreksi Mendagri. Misalnya ada duplikasi anggaran di Dinas Pendidikan dan Dinas Perumahan untuk rehab sekolah, DKI dan DPRD tinggal memutuskan anggaran itu akan dialokasi ke mana.
Sementara jika ada sisa anggaran akibat duplikasi, bisa dialihkan untuk pembelian tanah, alat berat, truk sampah, dan lain-lain.
"Ya sudahlah kalau saya bilang, memang beberapa teman-teman (DPRD) itu mau bikin deadlock saja. Ya sudah kami pakai Pergub (penggunaan pagu anggaran APBD Perubahan 2014) saja," kata Basuki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.