"Ya bisa dilihat dari gaji DPRD lah. Kalau sebulan Rp 50 juta kan setahun cuma Rp 3 miliar, itu enggak nutup biaya kampanye. Bagi DPRD ini seperti sudah mengganggu dapurnya," kata pengamat politik dari Universitas Indonesia, Ikhsan Darmawan, di kampus Universitas Indonesia, Depok, Selasa (24/3/2015).
Sehingga, kata Ikhsan, kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama itu dianggap sensitif oleh DPRD. Salah satunya yakni tetap mengadakan angket dengan menyerahkan RAPBD DKI 2015 lewat pergub.
"Jika ada kepentingan diganggu, responsnya jadinya seperti ini. Sampai usaha melakukan hak angket," kata Ikhsan.
Menurut dia, DPRD kali ini mendapat lawan setimpal. Ikhsan menilai, Ahok bukan orang yang mudah menyerah. Sehingga, salah satu contohnya, yakni proses hak angket terhadapnya akan tetap dihadapi.
"Sayangnya DPRD menghadapi orang seperti Ahok, orangnya tidak takut menunjukkan siapa yang salah. Asumsinya kan pemakzulan, cuma di tengah jalan kan Ahok enggak mungkin diam saja," kata Ikhsan.
Dia menganggap DPRD dalam posisi gamang saat menyerahkan APBD DKI 2015 lewat pergub. Apapun langkah yang diambil memiliki konsekuensi yang sama besarnya.
"Cuma DPRD dalam posisi serba salah. Mereka mau ngapain sih dengan situasi yang ada, karena maju kena, mundur kena. Kalau mundur (setuju perda) dia bisa rugi pemasukan, tetapi maju (setuju pergub) mereka tidak hanya berhadapan dengan Ahok, tetapi juga media massa dan masyarakat luas yang juga mengikuti perkembangan ini," kata Ikhsan.
Sehingga, Ikhsan menilai penyerahan APBD lewat pergub dilakukan dengan nuansa politis. Dia menyebut DPRD belum mempertimbangkan kepentingan khalayak.
"Sehingga langkah DPRD yang membuat Ahok untuk buat Pergub APBD DKI, tidak lebih sebagai keputusan yang dibuat secara politis," kata Ikhsan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.