Adapun hal yang melatarbelakangi munculnya langkah antisipasi itu adalah molornya penyusunan RAPBD DKI tahun 2015. Seharusnya, RAPBD sudah bisa disahkan pada awal tahun anggaran tersebut berlaku, yakni bulan Januari.
Dalam mengesahkan RAPBD, harus ada kesepakatan antara legislatif dan eksekutif. Sesuai aturan yang berlaku, jika pada akhirnya tidak dicapai kesepakatan antara Pemprov DKI dan DPRD, akan dipakai anggaran terbesar tahun sebelumnya, yaitu APBD-P 2014 dengan dasar hukum peraturan gubernur (pergub).
"Kami antisipasi karena KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara) belum dibahas sejak bulan Juni (tahun lalu). Baru dibahas kelengkapan bulan November. Tetapi, tetap awalnya saya berharap sih perda (peraturan daerah) ya," kata Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Heru Budi Hartono kepada Kompas.com, Rabu (25/3/2015).
Perda yang dimaksud Heru adalah tercapainya kesepakatan antara Pemprov DKI dan DPRD soal APBD.
Namun, jika tidak sepakat, yang digunakan adalah pagu anggaran tahun sebelumnya dengan dasar hukum pergub.
Pemprov DKI sudah memperkirakan jika menggunakan pergub dengan menyiapkan langkah antisipasi menyesuaikan besaran anggaran dengan kebutuhan dan belanja DKI.
Pagu anggaran RAPBD DKI 2015 ditetapkan Rp 73,08 triliun. Namun, karena Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI tidak menyetujui RAPBD, DKI mengacu pada pagu anggaran tahun 2014 sebesar Rp 72,9 triliun.
Artinya, ada pengurangan nominal anggaran. Maka dari itu, harus ada penyesuaian kembali dari masing-masing SKPD terkait apa-apa saja yang dimasukkan ke dalam anggaran.
Slot anggaran fleksibel, menurut Heru, bisa diambil untuk menyesuaikan dengan anggaran yang berkurang sehingga anggaran untuk belanja dan program-program DKI lainnya tidak terganggu.
Heru menjelaskan bahwa ada kekhawatiran dari Suku Dinas Pekerjaan Umum (PU) Tata Air Jakarta Barat menanggapi diberlakukannya pergub atau pagu anggaran tahun 2014.
Menurut Kepala Suku Dinas tersebut, dengan pergub, program di Suku Dinasnya tidak bisa terlaksana secara maksimal. Sebaliknya, Heru mengatakan bahwa hal tersebut sama sekali tidak mengganggu program-program kerja di Jakarta.
Semua SKPD bisa menganggarkan berapa saja untuk kepentingan masyarakat luas tanpa harus terpengaruh berubahnya pagu anggaran.
"Sudin PU Tata Air Jakbar tidak paham berarti masalah APBD. Dia bilang kalau pakai pergub berarti program saya perbaiki saluran enggak bisa dong. Padahal, dia bisa tetap bekerja menganggarkan apa yang dia mau," kata Heru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.