Hal tersebut seperti yang diucapkan Emrus dalam rapat angket bersama tim pansus hak angket di Gedung DPRD DKI, Kamis (26/3/2015).
"Dalam hal ini, yang salah Kemendagri. Setting mediasi tidak kayak begitu," ujar Emrus. Hal yang dimaksud oleh Emrus lebih kepada tatanan ruang mediasi saat itu.
Ketika itu, kursi-kursi untuk anggota DPRD dan pejabat SKPD dipisahkan di sisi kiri dan kanan. Kemudian, Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi dan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama duduk di depan bersama dengan Direktur Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenek dan Sekretaris Jenderal Kemendagri Yuswandi Tumenggung.
Menurut Emrus, tatanan tersebut kurang tepat. "Seharusnya, sama semuanya, berada pada meja bundar," ujar Emrus.
Dengan seperti itu, semua pihak merasa memiliki kedudukan yang sama. Kedua pihak juga lebih membaur.
Seharusnya, kata Emrus, yang memimpin mediasi saat itu adalah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Hal ini agar pemimpin mediasi dapat memegang kendali atas perseteruan eksekutif dan legislatif itu.
Bahkan, kata Emrus, jika perlu, Presiden Joko Widodo atau Wakil Presiden Jusuf Kalla langsung memimpin mediasi ketika itu.
"Andaikan Jokowi atau JK yang datang, tidak akan terjadi ricuh," ujar Emrus. Mediasi antara DPRD dan Pemprov DKI memang berakhir ricuh saat membahas RAPBD versi eksekutif dan legislatif di Gedung Kemendagri, Kamis (5/3/2015) lalu.
Sejumlah legislator menuding, pihak eksekutif mendapat tekanan dari Basuki. "Kalian lawan seharusnya, lawan itu. Tidak berhak dia itu jadi gubernur," dan "Semua SKPD dibuat merana, kasihan bapak-bapak ini," adalah dua di antara sekian kalimat yang dikeluarkan anggota DPRD DKI saat mediasi itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.