“Sekarang kok lebih banyak bicara etika dan sopan santun. Itu bukan argumentasi kuat kalau mau permasalahkan hak angket yang sekarang ini,” kata pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/3/2015).
Menurut Yunarto, hak angket harus berkaitan dengan asumsi kebijakan yang berkaitan dengan masyarakat Jakarta secara luas supaya bisa membuktikan hasil penyelidikan dari hak angket itu sendiri.
Yunarto berpendapat hak angket sekarang ini jauh dari kata penyelidikan. “Hak angket sekarang ini tidak sehat. Lebih terasa nuansa politik balas dendam,” kata Yunarto. [Baca: DPRD Tepuk Tangan Satu Menit Kala Ahok Disebut Tak Pantas Jadi Gubernur]
Salah satu contoh politik balas dendam, misalnya, kata Yunarto, perselisihan antara M Taufik, Abraham ‘Lulung’ Lunggana dengan Ahok. “M Taufik dan Haji Lulung terlalu banyak bicara. Seakan-akan ada masalah pribadi antara mereka dan Ahok. sehingga hal ini bergeser jadi politik dendam,” ujar Yunarto. [Baca: Anggota DPRD Tepuk Tangan Saat Dengar Ahok Bisa Diberhentikan]
Kalau itu yang memang terjadi, Yunarto menyarankan hak angket tak perlu dilanjutkan. Karena akan berdampak pada kinerja anggota dewan lainnya. “Kalau itu terjadi, tidak perlu hak angket. Malah buang-buang waktu. Kasihan anggota dewan lainnya yang benar-benar mau kerja,” ujar Yunarto.
Menurut Yunarto, hak angket merupakan 'senjata pamungkas’. Sehingga, kegunaannya pun harus tepat. “Jangan tiap masalah bergulir, pakai hak angket. Padahal etika dan sopan santun kan bukan (hak angket),” ujar Yunarto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.