Dua laki-laki penggali makam sudah menunggu datangnya jenazah. Sambil menanti, mereka duduk santai seraya menghisap rokok. Tak jauh dari mereka, belasan anak laki-laki usia 7-10 tahun asyik bermain layangan di lahan seluas 1,7 hektar itu. Wajah-wajah cilik itu tak kelihatan takut, meski di bawah mereka adalah makam.
Tak sampai setengah jam, iring-iringan pengantar jenazah pun tiba. Mobil Jeep Rubicon warna hitam berada paling depan. Kendaraan mewah itu diparkir agak maju sehingga mobil ambulans warna putih pembawa jenazah yang berada di belakang Jeep bisa diparkir tepat di depan bakal makam.
Di belakang ambulans, lima mobil lain berderet, berisi sanak saudara dari orang yang akan dimakamkan. Jenazah yang akan dimakamkan adalah seorang perempuan, yang meninggal dalam usia 82 tahun. Seorang kakek, yang merupakan suami almarhumah, tampak hadir di sana.
"Di Jakarta, ternyata orang mau mati saja susahnya minta ampun. Sebaiknya, kalau bisa, jangan mati di Jakarta," ucap Bowo (42), salah satu kerabat almarhum, kepada Warta Kota, seusai prosesi pemakaman.
Bowo mengaku bahwa pihaknya harus membayar hingga Rp 2,5 juta untuk mendapatkan lahan makam itu, lebih mahal dibandingkan lahan yang terletak di bagian tengah atau belakang yang ditawarkan seharga Rp 2 juta. Ahli waris memutuskan memilih lahan terdepan agar mudah diurus.
Menurut petugas TPU, kata Bowo, biaya itu sudah termasuk sewa lahan dan uang jasa bagi penggali makam. Nyatanya, seusai pemakaman, penggali kubur masih menghampiri keluarga dan meminta uang lelah.
Bowo pun kesal. "Orang itu punya hati, enggak, sih? Masa kami lagi berduka begini diminta-mintain uang seperti itu," ujar Bowo.
Bowo makin kesal begitu tahu bahwa biaya sewa lahan makam termahal sesuai ketentuan Pemprov DKI Jakarta sebenarnya Rp 100.000. Apa daya, uang Rp 2,5 juta telah dibayarkan. Ia dan kerabat tak berpikir panjang karena yang diharapkan adalah segera mendapat lahan makam supaya pemakaman bisa cepat dilakukan.
Sebelumnya, beberapa TPU di Jakarta Timur telah disambangi, tetapi kebanyakan telah penuh. "Di TPU Pondok Ranggon sebenarnya masih banyak lahan kosong, tetapi kejauhan buat kami," ujarnya kepada Warta Kota.
Lebih mahal
Makam perempuan tua tadi berada di lokasi "strategis", persis di pinggir jalan yang bisa dilalui satu mobil. Tak berbeda dengan pilihan manusia memilih tempat tinggal, posisi makam di pinggir jalan ternyata juga jadi rebutan. Mudah diakses tanpa perlu menginjak atau melewati kuburan orang lain menjadi alasan memilih lokasi tersebut. Soal harga, tentu itu lebih mahal dibanding yang posisinya di dalam.
Hal tersebut disampaikan Bambang, bukan nama sebenarnya, petugas TPU Cijantung, kepada Warta Kota. Ia mengakui, berdasarkan peraturan Pemprov DKI, biaya lahan makam tidaklah mahal. Yang mahal itu adalah jasa menggalinya. Para penggali terpaksa berharap pada kebaikan ahli waris.
Sebab, uang penggalian yang didapat dari Dinas Pemakaman DKI tak seberapa. "Penggali makam paling digaji Rp 200.000 sebulan. Itu cuma cukup buat beli rokok doang. Kalau buat kebutuhan sehari-hari, mana cukup," katanya.
Karena itu, kata Bambang, telah menjadi semacam kesepakatan tak tertulis menetapkan biaya pemakaman di luar ketentuan Pemperov DKI. Uang Rp 2,5 juta hasil pemakaman tadi, misalnya, dibagi rata antara pegawai TPU dan penggali kuburan.