"Kami pasang lebih banyak CCTV di sekolah, beberapa tempat yang belum kami pasang CCTV akan kami pasang," ujar pendiri Sekolah HS Antarina SF Amir saat mengunjungi kantor redaksi Kompas.com, Jumat (10/4/2015).
Ia menjelaskan, sekolah HS sebetulnya telah membangun sistem pegamanan yang mencegah terjadinya kekerasan seksual bagi siswanya. Seperti dengan memisahkan toilet siswa dan dewasa.
"Toiletnya pun sama-sama di tempat yang relatif ramai, namun keduanya (toilet siswa dan dewasa) berjauhan," ucap Antarina.
Sekolah juga membuat sistem "waktu pergi ke toilet", khusus untuk siswa kelas I-III SD. Sehingga, siswa-siswa yang akan ke toilet pergi bersama-sama berkelompok dengan didampingi guru.
Selain itu, pihak sekolah juga mewajibkan setiap orang yang masuk ke lingkungan sekolah untuk memakai kartu tanda pengenal sekaligus kartu akses. Hal itu untuk mencegah orang yang tidak berkepentingan masuk ke lingkungan sekolah.
Kartu akses tersebut juga membantu mengidentifikasi posisi orang yang masuk ke lingkungan sekolah. Sebab, setiap orang dengan kartu akses masuk ruangan, alat pendeteksi akan mencatatnya.
"Kalau yang toilet time dan akses sudah dari lama kami terapkan, sedangkan penambahan CCTV masih dalam proses," kata dia.
Untuk diketahui, salah satu siswa sekolah itu mengaku menjadi korban pelecehan seksual. Kasus ini dilaporkan pada 20 Maret 2015 lalu oleh kuasa hukum keluarga korban Rudi Pandjaitan ke Polda Metro Jaya.
Penyidik juga telah menganalisis rekaman CCTV enam hari sebelum dan enam hari sesudah hari yang diduga merupakan hari kejadian pelecehan terjadi yang diduga adalah 17 Maret.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.