Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota Jakarta, Senin (13/4), berpendapat, banding atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat justru akan menambah panjang proses hukum. Pihaknya tidak bisa mengambil langkah sebelum ada keputusan hukum tetap.
Pada 24 Maret 2015, majelis hakim yang dipimpin Iim Nurohim mengabulkan sebagian besar gugatan yang diajukan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ). Poin utama putusan adalah mengembalikan pengelolaan air bersih dari swasta ke Pemprov DKI Jakarta.
Menurut Gubernur Basuki, pihaknya berpotensi menunggu lebih lama jika operator PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) juga mengajukan gugatan ke badan arbitrase internasional. Proses itu bisa memakan waktu 2-3 tahun.
Jangka waktu itu terlalu lama dan dikhawatirkan mengganggu layanan air bersih warga DKI Jakarta. "Kami (Pemprov DKI Jakarta) inginnya bisa segera mengelola sendiri dengan memaksimalkan PAM Jaya dan BUMD (badan usaha milik daerah) yang ada. Namun, kami tak bisa berbuat banyak sebelum inkracht," kata Basuki.
Sementara menunggu keputusan hukum tetap, kata Basuki, pihaknya mendorong pembangunan instalasi pengolahan air skala permukiman. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga berkeinginan mempercepat tambahan air baku dari Waduk Ir H Djuanda di Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, dengan menambah kapasitas saluran.
Berdasarkan data Dewan Sumber Daya Air DKI Jakarta, dari 12,5 juta jiwa penduduk DKI, baru sekitar 4,6 juta jiwa yang sudah mendapat layanan air bersih. Sebagian besar sisanya memenuhi kebutuhan air dengan menyedot air tanah.
Tidak optimalnya pelayanan air bersih perpipaan telah mendorong warga menggali sumur, menyedot air tanah dangkal ataupun dalam. Tidak hanya rumah tangga, penyedotan dalam skala lebih besar juga dilakukan pelaku usaha, baik legal maupun ilegal.
Kebutuhan air bersih DKI Jakarta ditaksir mencapai 1 miliar meter kubik per tahun. Dari jumlah kebutuhan itu, 370 juta meter kubik dipasok oleh perusahaan air minum melalui jaringan pipa. Sementara sekitar 630 juta meter kubik dipenuhi dari air tanah.
Menunggu
Menanggapi sikap pemerintah pusat yang mengajukan banding atas putusan PN Jakpus mengenai swastanisasi air Jakarta, pihak KMMSAJ selaku penggugat masih menunggu memori banding yang diajukan para tergugat.
"Sampai saat ini kami belum menerima memori banding dari pihak tergugat yang mengajukan banding, jadi kami belum bisa membuatkan kontra memori bandingnya," ujar kuasa hukum KMMSAJ, Arif Maulana, saat dihubungi pada Senin.
Para tergugat yang dimaksud adalah Presiden, Wakil Presiden, Menteri Keuangan, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Mereka telah mengajukan memori banding ke PN Jakarta Pusat akhir pekan lalu.
Pihak penggugat mengaku kecewa dengan sikap pemerintah pusat yang tampak tidak memiliki niat baik dalam menyelesaikan masalah swastanisasi air di DKI. "Yang jadi problem justru pucuk pimpinan negara sendiri yang tampaknya lebih memihak kepada korporasi," ujar seorang penggugat, Nurhidayah, saat dihubungi kemarin.
Selain itu, KMMSAJ juga berencana mengkaji ulang putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Undang-Undang Sumber Daya Air dan mengaitkannya dengan swastanisasi air di DKI Jakarta. (B06/MKN)
----------
Artikel ini sebelumnya ditayangkan di Harian Kompas edisi Selasa, 14 April 2015, dengan judul "Pemprov DKI Ingin Segera Kelola Air"