Angkutan tersebut meliputi bus-bus kota reguler seperti kopaja, metromini, hingga angkutan kecil seperti angkot, bajaj, hingga ojek.
Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Yoga Adiwinarto mengatakan, keberadaan angkutan umum yang mengetem sembarangan sebenarnya lebih disebabkan karena adanya permintaan dari penumpang. Sebab, keberadaan angkutan-angkutan tersebut dibutuhkan oleh penumpang KRL yang hendak melanjutkan perjalanannya.
"Jadi karena ada penumpangnya, maka mereka ngetem di situ (sekitar stasiun)," kata Yoga kepada Kompas.com, Jumat (17/4/2015).
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebenarnya sudah berupaya untuk mengatasi masalah tersebut. Caranya adalah dengan penyediaan halte transjakarta di lokasi-lokasi yang berada tidak jauh dari stasiun.
Hal itu seperti yang dilakukan di Stasiun Cawang dan Stasiun Sudirman di Dukuh Atas. Diharapkan dengan adanya layanan bus transjakarta, penumpang KRL bisa lebih memilih naik moda transportasi tersebut. Apalagi, tarif yang dikenakan di layanan transjakarta lebih murah, ditambah dengan adanya fasilitas pendingin ruangan.
Dengan demikian, keberadaan angkutan umum yang mengetem sembarangan bisa dihilangkan karena tidak ada penumpangnya. Namun bila diamati, sampai saat ini sangat jarang ada penumpang KRL yang mau melanjutkan perjalanan dengan transjakarta saat mereka keluar dari stasiun.
Pantauan Kompas.com, untuk di Stasiun Sudirman, penumpang KRL lebih memilih naik kopaja, metromini, atau ojek yang "mengetem" di depan stasiun. Para penumpang tampak enggan untuk berjalan ke Halte Dukuh Atas untuk melanjutkan perjalanan dengan transjakarta koridor 1.
Hal yang sama juga terjadi di Stasiun Cawang. Di lokasi tersebut, seringkali penumpang yang keluar dari stasiun akan langsung menunggu bus kota di pinggir Jalan MT Haryono, tepatnya tak jauh dari Menara Saidah. Mereka lebih memilih naik mayasari bakti atau PPD yang lewat di jalan tersebut, ketimbang harus melanjutkan perjalanan dengan transjakarta koridor 9.
Tidak nyaman
Menurut Yoga, penyebab penumpang KRL lebih memilih naik angkutan umum yang mengetem sembarangan lebih disebabkan kenyamanan dalam hal akses. "Nyamannya karena begitu keluar stasiun, mereka tidak perlu jalan jauh dan tidak perlu naik turun jembatan penyeberangan," ucap Yoga.
Yoga mengatakan, penumpang KRL tidak menemukan kenyamanan bila mereka ingin melanjutkan perjalanannya dengan naik transjakarta. Sebab mereka harus berjalan kali cukup jauh, yang ditambah dengan harus naik turun jembatan penyeberangan.
Salah satu upaya untuk mewujudkan kenyamanan, menurut Yoga, bisa dengan membangun terowongan penghubung langsung. Dengan demikian, penumpang tidak perlu harus keluar dari stasiun dan naik turun jembatan penyeberangan.
"Bangun terowongan supaya penumpang lebih enak. Jadi naik turun tangganya di dalam terowongan," ujar dia.
Harus diterapkan di MRT
Yoga menilai, membangun terowongan penghubung langsung antara stasiun dan halte harus dilakukan dalam perencanaan pembangunan mass rapid transit (MRT). Menurut Yoga, semua stasiun MRT hendaknya dilengkapi terowongan penghubung langsung dengan halte transjakarta.
"Ini penting sekali. Sebaiknya penumpang yang turun dari stasiun MRT tidak perlu naik turun jembatan penyeberangan," kata dia.
Bila cara itu tidak dilakukan, Yoga menduga permasalahan angkutan umum mengetem sembarangan yang saat ini ada di stasiun-stasiun KRL, akan terjadi kembali di stasiun-stasiun MRT.
Jalur MRT Jakarta tahap pertama akan membentang sejauh 15 kilometer dari Bundaran HI hingga Lebak Bulus. Jalur ini ditargetkan mulai beroperasi pada 2017. Akan ada 13 stasiun yang nantinya akan melayani warga di sepanjang jalur ini. Enam stasiun berada di bawah tanah, sedangkan tujuh lainnya berada di atas jalur layang.
Bila kekhawatiran yang diprediksi di atas terbukti, bisa dibayangkan dampak kemacetan yang akan terjadi di jalur yang saat ini sudah sangat macet itu. "Jangan sampai nanti titik-titik di stasiun MRT jadi lokasi kemacetan baru. Akibat penumpang MRT yang yang lebih memilih naik ojek atau metromini ketimbang naik transjakarta," ucap Yoga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.