Cerita bermula saat Esy mendaftarkan diri sebagai salah satu kandidat pramugari di salah satu penyalur di Jakarta, Overseas Zone (Ozone), sekitar September 2014. Saat itu, menurut Esy, dia dijanjikan akan menjadi pramugari AirAsia dengan syarat membayar sejumlah uang guna mengikuti pelatihan preparation flight attendance di Asian Aviation Centre of Excellence (AACE) di Malaysia.
AACE merupakan anak grup AirAsia yang sebelumnya dikenal sebagai Akademi AirAsia. Maskapai AirAsia digandeng pihak Ozone selaku agen sekaligus penghubung calon pramugari dari tes awal hingga proses pelatihan di AACE.
Sebelum diberangkatkan ke Malaysia, calon kandidat pelatihan didata ulang oleh pihak Ozone selama satu minggu dan membayar biaya sebesar Rp 500.000. Setelah itu, calon kandidat yang dinyatakan lolos kualifikasi akan mengikuti pelatihan di AACE selama tiga bulan dan wajib membayar iuran pelatihan sebesar 3.000 dollar AS.
"Nah, kami (calon pramugari) diwajibkan bayar sebesar 2.000 dollar AS saat di Indonesia dan 1.000 dollar AS lagi ketika sampai di Malaysia. Kira-kira Rp 60 juta-lah. Itu untuk biaya training AACE, di luar akomodasi dan biaya hidup selama di Malaysia. Kami juga dijanjikan Ozone dapat langsung bekerja jadi pramugari setelah menyelesaikan training selama tiga bulan di AACE. Namun, sampai detik ini tidak ada kejelasan," tutur perempuan yang pernah menjadi staf humas di Pemkot Jakarta Utara tersebut.
Esy mengaku juga terpaksa berhenti dari studi S-1 bidang Hubungan Internasional di salah satu kampus swasta di Jakarta. "Kalau sudah-cita-cita, apa pun akan saya tempuh," ujar Esy kepada Kompas.com, Senin (20/4/2015) malam.
Saat pelatihan itu, Esy mengaku bukanlah satu-satunya calon pramugari yang berangkat ke Malaysia. Ada sembilan kandidat lainnya yang juga mengikuti program yang sama. Salah satunya adalah M Iqbal (25), warga Kalideres, Jakarta Barat. Menurut Iqbal, dia dan calon kandidat lainnya diminta sudah berada di AACE akhir September karena kelas sudah dimulai pada 7 Oktober hingga tiga bulan berikutnya. Demi mewujudkan cita-citanya, Iqbal rela berhenti dari pekerjaannya sebagai pegawai bank.
"Saya resign dari bank Danamon, meski statusnya sudah karyawan tetap. Waktu itu saya berpikir ini kesempatan untuk mewujudkan cita-cita menjadi pramugara," ungkap Iqbal yang mengaku sudah mengeluarkan dana Rp 70 juta untuk pelatihan dan biaya hidup selama di Malaysia.
Tak hanya berhenti bekerja, orangtua Iqbal juga terpaksa meminjam uang guna memenuhi kebutuhan biaya selama di Malaysia. Iqbal mengaku, dia dan sembilan korban lainnya sepakat akan menempuh jalur hukum jika tidak ada kejelasan dari pihak Ozone terkait nasib mereka.
"Sudah sepakat dengan orangtua korban lainnya. Kalau tidak diupayakan seperti yang dijanjikan, kami akan tempuh upaya hukum. Masalahnya, kami sudah habis biaya, tenaga, pikiran, dan waktu," ujarnya.
Ozone membantah
Untuk mendapatkan kejelasan tersebut, tujuh dari sepuluh calon pramugari-pramugara mendatangi kantor Ozone yang beralamat di Jalan Boulevard Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin siang. Namun, pihak Ozone membantah telah menjanjikan jaminan kerja menjadi pramugari sejak awal kandidat mendaftar.
"Kami (Ozone) hanya memfasilitasi para kandidat ikut training di AACE untuk mengikuti persiapan menjadi pramugari atau preparation flight attendance. Setelah pelatihan akan ada interview dengan pihak maskapai (AirAsia), itu tergantung dari masing-masing kandidat," ujar Supervisor Ozone, Mike Sky.
Meski demikian, pihak Ozone mengaku memiliki solusi terkait hal tersebut. Semua kandidat pramugari yang telah mendapat sertifikat pelatihan akan difasilitasi untuk disalurkan ke maskapai lain di Indonesia.
"Kami (Ozone) bersama pihak keluarga kandidat akan datangi semua maskapai satu-satu karena kerja sama dengan AirAsia sudah tidak berlanjut karena ekonomi gonjang-ganjing awal tahun ini (2015)," ungkap Mike.
Kuasa hukum Ozone, Erwin Silaen, menyayangkan ketidaktahuan pihak keluarga terkait keterangan yang tertera di poster program tersebut. Dalam poster yang dimaksud Erwin, terdapat pesan di bagian pojok kanan bawah berupa hal-hal yang wajib diperhatikan calon kandidat pramugari.
"Di situ (poster) kan jelas tertulis jika program ini tidak ada garansi untuk diterima sebagai pramugari atau pramugara, dan bukan merupakan bagian dari program rekrutmen reguler yang dijalankan oleh AirAsia," ujar pengacara dari LBH UKI itu, menirukan tulisan yang ada di poster tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.