"Memang pakai bleng. Itu kan buat kenyal saja," ujar HD, Rabu (6/5/2015). Meski demikian, Hendra mengaku sama sekali tidak menggunakan pengawet, termasuk boraks. HD bahkan menjamin bahwa produknya hanya bisa bertahan paling lama dua minggu.
"Kalau pakai pengawet, bisa setahun lebih. Ini seminggu dua minggu saja maksimalnya," kata HD.
Sebelumnya pada pagi hari, Lurah Cengkareng Barat Imbang Santoso melakukan pendataan terhadap usaha atau pabrik rumahan di wilayahnya.
Di sana, ternyata Imbang menemukan adanya penggunaan boraks dalam bentuk bleng yang dicampurkan bersama bahan lain dalam proses produksi kerupuk jengkol itu.
Bleng sendiri merupakan bentuk tidak murni dari boraks. Selain bleng, Imbang juga mengambil beberapa bahan produksi lain yang dinilai berbahaya, seperti tawas, pewarna, dan pemanis buatan.
Sampel dari temuan-temuan tersebut akan ditindaklanjuti ke pihak kecamatan untuk kemudian diserahkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) guna penelitian lebih lanjut.
Pabrik milik HD sendiri masih beroperasi seusai temuan tersebut. Ada kurang lebih sepuluh hingga belasan pekerja di sana yang bertugas mengolah jengkol hingga menjadi kerupuk. Pabrik tersebut beroperasi dari hari Senin sampai Jumat jam 07.00 WIB hingga jam 16.00 WIB.
Produk kerupuk ini dipasarkan di warung-warung kecil wilayah Cengkareng Barat hingga ke Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Satu kemasan kecil yang dibungkus dengan plastik transparan dijual dengan harga Rp 500.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.