Pemerintah Provinsi DKI bekerjasama dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengawasi peredaran makanan dengan zat berbahaya itu.
"35 Persen hasil survei kami, memang banyak makanan mengandung bahan begitu. Kalau pabriknya memang ada di Jakarta, akan kami cabut izin usahanya seperti itu," kata Basuki, di Balai Kota, Jumat (8/5/2015).
Selanjutnya, ia juga berencana untuk memberi laboratorium berjalan. Supaya BPOM dengan mudah menguji kandungan zat kimia pada makanan yang biasa dijual oleh para pedagang kaki lima (PKL).
Ke depannya, PKL pun harus terdaftar di Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan DKI. Tak hanya itu, mereka juga harus memiliki rekening di Bank DKI untuk penarikan retribusi tiap bulannya.
"Kami lagi dorong kuliner, semua harus terdaftar, kami sudah MoU dengan BPOM. Kami kasih hibah, alat-alat lab yang bergerak, mobile," kata Basuki.
"Kami mulai data PKL mana dengan kartu ini (kartu identitas Bank DKI). Begitu dia teruji memakai bahan yang tidak baik, maka kami akan cabut izin dia dagang di seluruh Jakarta," kata Ahok, sapaan Basuki.
Sebelumnya Lurah Cengkareng Barat Imbang Santoso melakukan pendataan terhadap usaha atau pabrik rumahan di wilayahnya.
Di sana, ternyata Imbang menemukan adanya penggunaan boraks dalam bentuk bleng yang dicampurkan bersama bahan lain dalam proses produksi kerupuk jengkol itu.
Bleng merupakan bentuk tidak murni dari boraks. Pabrik tersebut beroperasi dari hari Senin sampai Jumat pukul 7.00 WIB hingga 16.00 WIB.
Produk kerupuk ini dipasarkan di warung-warung kecil wilayah Cengkareng Barat hingga ke Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Satu kemasan kecil yang dibungkus dengan plastik transparan dijual dengan harga Rp 500.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.