"Saya pertama di (tempat) konfeksi tahun 1999. Awalnya, di daerah Bekasi," kata Arifin saat ditemui Kompas.com di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin (11/5/2015).
Awal bekerja di tempat konfeksi, Arifin memegang bagian memasang retsleting. Lambat laun, Arifin dipercaya menjadi penjahit untuk membuat celana jeans. Hampir 10 tahun berkecimpung di dunia konfeksi, Arifin tak puas. Ia kemudian mencoba untuk menyambung hidup dengan menjadi penjahit keliling pada akhir pekan.
"Saya kerja di (tempat) konfeksi dari Senin sampai Sabtu. Di hari Minggu, saya ke lapangan, jahit keliling," ucap Arifin.
Saat memasuki dunia baru itu, Arifin merasa ada yang berbeda. Dia menjadi sedikit bebas daripada harus bekerja di konfeksi. "Saya akhirnya pilih jadi penjahit keliling. Untungnya lebih banyak daripada kerja di (tempat) konfeksi," kata Arifin.
Arifin menyebut setiap harinya ia bisa mendapat empat hingga lima jahitan. Tiap jahitan dipatok dengan harga bergantung pada jenis pekerjaannya. Biaya mengecilkan pakaian dipatok Rp 15.000, sementara pemotongan celana ialah Rp 10.000.
Meskipun harga yang dipatok Arifin cukup murah, tak sedikit pelanggan yang meminta harga lebih murah. Kalau ada yang begitu, Arifin pun berusaha memberikan penjelasan. "Tadi pagi ada orang yang mau ngecilin celana. Saya tahu dia tukang bangunan, makanya harga saya diskon jadi Rp 10.000, eh dia malah nawar Rp 5.000. Sampai akhirnya saya kasih Rp 7.500," kata Arifin.
Saat seperti itu, Arifin tak bisa berbuat banyak. Ia pun harus terima apa adanya, apalagi ia bekerja dengan prinsip membantu satu sama lain. "Kalau saya sekarang kerja niatnya bantuin orang saja. Kasihan juga kan sudah rusak masa masih saya biarin gitu aja," ucap Arifin.
Belajar jahit
Bekal bisa jahit celana dan baju yang dimiliki Arifin ternyata tidak serta-merta ia dapatkan. Ia harus kursus terlebih dahulu ke salah satu tetangganya denga biaya Rp 95.000 per bulan.
"Saya awalnya belajar jahit. Sudah bisa buat celana dan baju. Tapi, pas mau belajar kebaya, saya tinggal," kata Arifin.
Ia telanjur terlena melihat tetangganya yang pulang dengan pakaian bagus ke kampung. Hal itu kemudian menumbuhkan semangat Arifin ke Jakarta.
"Kalau penjahit keliling lainnya kadang otodidak ya," ujar Arifin.
Berkat kursus jahit, Arifin pun kadang tidak serta-merta menjahit pakaian pelanggan dengan asal-asalan. Ia terkadang akan memberikan saran jika pelanggan dirasa meminta hal yang akan membuat jelek pakaian.
"Kalau penjahit lain kan kalau disuruh potong dua sentimeter main potong aja. Kalau saya lihat dulu. Kalau memang cocok dan enak dipakai, saya kerjain, kalau enggak, saya enggak mau kerjain," kata Arifin.