Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dirut PAM Jaya: Pak Ahok Mau Cepat, tetapi Kami Tidak Bisa Tabrak Aturan

Kompas.com - 22/05/2015, 09:25 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Utama (Dirut) PAM Jaya Sriwidayanto Kaderi mengaku tak mempermasalahkan terancam dipecat jabatannya oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Menurut dia, selama ini, pihaknya telah bekerja sesuai dengan aturan yang ada sehingga ia beserta lembaganya akan melaksanakan berbagai program sesuai dengan peraturan yang ada. 

"Kami ini kan ada aturan-aturan dan saya enggak mungkin tabrak aturan itu. Beliau (Basuki) mungkin bisa minta (pelaksanaan program) dengan cepat, tetapi saya harus ikut aturannya. Kalau enggak, nanti kami yang 'sekolah' (dilaporkan ke polisi atau penjara)," kata Sri di Balai Kota, Kamis (21/5/2015). 

Sri pun meyakini telah melakukan banyak hal selama memimpin BUMD yang bergerak di bidang pengelolaan air bersih di Jakarta ini. Meski demikian, ia enggan menjelaskan detail prestasi apa saja yang telah dilakukan PAM Jaya. Instansinya, kata Sri, selalu bergerak cepat jika sudah ada kesepakatan dari perjanjian yang ada.

Mengenai rencana akuisisi Palyja dan Aetra oleh PAM Jaya, Sri meyakini pengelolaan air bersih tetap akan berjalan baik meski di bawah manajemen Pemprov DKI. "Saya pikir kami siap (kelola air bersih), enggak ada masalah. Banyak teman di Palyja dan Aetra yang sebagian pegawainya berasal dari PAM. Mereka juga ingin bergabung. Mereka enggak ambil pusing siapa yang mengelola, termasuk DKI," kata Sri. 

Basuki berulang kali meluapkan kekesalannya kepada PAM Jaya, terutama Sri Kaderi. Saat meresmikan dua teknologi di Palyja dan Aetra, Basuki mengungkapkan hal yang sama tentang PAM Jaya dengan kinerjanya yang lambat.

Selama 2,5 tahun menjabat sebagai Wakil Gubernur, Basuki mengaku kerap marah kepada PAM Jaya. Seharusnya, lanjut dia, PAM Jaya bisa mengelola serta membangun pengolahan air baku secara mandiri.

Basuki kemudian mencontohkan salah satu kebutuhan air bersih di Pantai Mutiara, Pluit, di Jakarta Utara. Menurut dia, warga-warga di sana terpaksa membeli air hingga Rp 20 juta tiap bulannya. Namun, demi mendapatkan air yang berkecukupan, warga kelas menengah ke atas itu menyanggupi tarif itu. Padahal, jika air laut bisa diolah menjadi air bersih, biaya yang dibutuhkan hanya sekitar 1 dollar AS atau Rp 11.000 tiap liternya.

"Pangsa pasar di Pantai Mutiara ini kan jelas. Coba kalau bisa olah air laut jadi air bersih, kan kami juga punya Waduk Pluit, air semua masuk ke situ. Pengolahan air Jakarta Propertindo (Jakpro) saja bisa manfaatkan dengan ambil air dari Waduk Pluit dan jual ke Apartemen Laguna," kata Basuki.

Pria yang akrab disapa Ahok itu kemudian membandingkan pengelolaan air Jakarta dengan Bekasi. Warga Bekasi bisa mengolah air dari Kanal Banjir Timur (KBT). Di sisi lain, ia menyayangkan PAM Jaya yang tidak mau berinvestasi di KBT, padahal stok air di KBT melimpah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Megapolitan
Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Megapolitan
Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Megapolitan
Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Megapolitan
'Otak' Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

"Otak" Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan di Pulau Pari Dicekik dan Dijerat Tali Sepatu hingga Tewas oleh Pelaku

Perempuan yang Ditemukan di Pulau Pari Dicekik dan Dijerat Tali Sepatu hingga Tewas oleh Pelaku

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

Megapolitan
KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

Megapolitan
Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com