Menurut Basuki, saat ini, kebanyakan pihak yang melakukan aksi unjuk rasa adalah pihak yang mendapat bayaran dari oknum tertentu atau mereka yang memiliki lapak ilegal dan menyewakan kepada warga kurang mampu.
"Pandangannya sederhana saja, enggak usah memperalat anak-anak, yang demo-demo datang ke sini juga selama ini saya sudah bilang kan, kalian yang marah-marah kan yang penyewa lahan," kata Basuki, di Balai Kota, Senin (25/5/2015).
Pada Jumat (22/5/2015) lalu, puluhan anak yang berseragam putih dan merah atau Sekolah Dasar (SD) turut melakukan aksi unjuk rasa di depan halaman Balai Kota dan menggoyang-goyangkan pagar. [Baca: Belasan Anak Berseragam SD Demo Ahok, Goyang-goyang Pagar Balai Kota]
Mereka berteriak menolak rumah mereka di bantaran Kali Ciliwung tidak dibongkar. Mereka bersama massa dewasa lainnya akhirnya diterima Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat pada siang harinya.
Menurut Basuki, aksi penolakan oleh oknum penyewa tidak hanya dilakukan untuk kasus pembongkaran bantaran kali. Namun juga oknum penyewa lahan negara atau kios di lokasi binaan (lokbin) serta lokasi sementara (loksem).
"Saya gampang saja, kalau kamu mau ribut, saya gugat kamu. Karena kamu menyewakan lahan negara. Kami pasti akan pindahkan kamu, tetapi kalau rusun belum siap, ya belum dipindahkan. Kamu tinggal di dalam sungai, kebanjiran, pakai lapor-lapor media. Kamu tinggal di dalam sungai, pasti kebanjiran lah," kata dia.
Bahkan, lanjut Basuki, warga lebih untung jika menetap di rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dibanding rumah di bantaran kali. Sebab, warga diharuskan membayar sewa fantastis kepada oknum penyewa lahan negara di bantaran kali.
Apabila tinggal di bantaran kali, warga harus membayar Rp 500.000 tiap bulannya kepada oknum penyewa.
"Kalau Anda saya pindah ke rusun, Anda hanya bayar Rp 140 ribu untuk sewa rumah berukuran 5x6 meter. Kalau ditambah air PAM, listrik, paling habisnya Rp 400ribu sebulan, artinya kamu lebih untung tinggal di rusun, sekarang juga ada klinik gratis di rusun. Anak-anak anda yang enggak punya KJP (Kartu Jakarta Pintar) juga kami kasih," kata pria yang biasa disapa Ahok itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.