JAKARTA, KOMPAS — Memeriahkan ulang tahun DKI Jakarta, salah satu perhelatan yang ditunggu adalah pameran berbagai produk yang dikenal sebagai PRJ. PRJ, yang selama ini kita kenal adalah Pekan Raya Jakarta Kemayoran, merujuk pada pergelaran Jakarta Fair di Kemayoran yang kini menggunakan akronim JFK.
Namun, kini PRJ memiliki dua asosiasi yang berbeda dengan lokasi yang berbeda. Selain merujuk pada nama lama untuk Jakarta Fair Kemayoran (JFK), ada pula yang mencoba memanfaatkan akronim itu dengan gelaran Pesta Rakyat Jakarta (PRJ) Senayan.
PRJ Senayan skalanya lebih kecil yang digelar di Parkir Timur Senayan, Jakarta, dan pengunjung bisa masuk arena pameran tanpa dikenai biaya tiket masuk. Sementara JFK dikenal sebagai pameran akbar yang melibatkan banyak produsen besar, tetapi pengunjung yang masuk dikenai biaya tiket masuk.
Di arena PRJ Senayan, pengunjung langsung disuguhi sejumlah gerobak yang menawarkan jajanan pasar, seperti mi ayam, sate padang, kerak telor, gorengan, dan makanan khas pedagang kaki lima lainnya.
Berbeda dengan nuansa di JFK yang gemerlap dengan stan nan megah dari sejumlah perusahaan, di pergelaran PRJ Senayan yang digelar 30 Mei-5 Juni ini hanya tenda putih berbentuk kerucut dan persegi yang digunakan para pedagang.
Peserta yang hadir di PRJ Senayan sebagian besar para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), seperti pedagang sepatu, pembuat tato, batu akik, dan kosmetik. Sesuai dengan namanya pesta rakyat, produk yang ditawarkan pun merakyat.
Tak ketinggalan area permainan anak-anak khas pasar malam, seperti bianglala, odong-odong, kereta, dan sejumlah permainan khas pinggiran kota lainnya.
Frinska, salah seorang pedagang makanan sosis bakar, mengaku terbantu dengan adanya PRJ Senayan. Dengan tarif sewa yang terjangkau, ia bisa menjajakan makanannya. Selama pameran, wanita yang biasa membuka usahanya di wilayah Bintaro ini mengaku harus membayar sewa sebesar Rp 2,5 juta. "Jumlah ini jauh lebih murah jika dibandingkan dengan JFK," katanya.
Pemilik stan lain, Man, mengatakan, untuk satu pekan di PRJ Senayan, dia harus membayar sekitar Rp 4 juta.
Namun, kekecewaan timbul karena jumlah pengunjung sepi. Beberapa stan ternyata juga tak dialiri listrik. Para pedagang sempat memprotes panitia. "Seharusnya pada hari pertama saya sudah bisa balik modal," ujarnya.
Walaupun demikian, ia tetap mengapresiasi langkah pameran semacam ini guna memajukan usaha kecil ke depan.
Humprhy Sinyal, seorang pengunjung, mengatakan, keunggulan dari PRJ Senayan adalah bisa mencakup semua kalangan masyarakat karena akses masuk yang mudah dan harga barang yang lebih murah dibandingkan dengan di JFK.
Namun, sejumlah masalah masih harus dibenahi, mulai dari keamanan, kebersihan, serta tata letak yang masih tidak beraturan. Jika dilihat dari sisi keamanan dan kebersihan, menurut dia, JFK jauh lebih baik.
"Saya memaklumi, pagelaran ini, kan, baru diadakan beberapa kali. Berbeda dengan JFK yang sudah bertahun-tahun digelar," ujarnya.
Project Manager PRJ Senayan Indra Maulana mengatakan, panitia menetapkan Rp 2 juta per satu stan. Biaya itu digunakan untuk kebersihan dan keamanan selama tujuh hari. Total peserta di pagelaran ini 1.100 peserta, 900 di antaranya UMKM.