Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Organda Minta Kasus Uber Dilihat dari Beragam Sisi

Kompas.com - 22/06/2015, 10:58 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Organda DKI meminta masyarakat melihat kasus taksi Uber dari beragam sisi. Sehingga tidak muncul persepsi salah atas penangkapan dan pelaporan taksi Uber tersebut.

Pertama, dilihat dari aspek perizinan secara umum, Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, kasus taksi Uber harus dilihat berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. Selain itu, juga Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Angkutan Umun.

"Dengan tegas sudah mengatur bahwa operator angkutan umum baik barang maupun orang haruslah berbadan hukum baik PT maupun koperasi," kata Shafruhan dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin (22/6/2015).

Aspek selanjutnya, dapat dilihat dari perizinan khusus yang tertera dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003 dan Peraturan Gubernur DKI Nomor 1026 Tahun 1991. Di sana telah mengatur dengan sangat tegas kriteria angkutan umum khususnya taksi dengan berbagai spesifikasi syarat dan ketentuan.

"Dari sisi pelanggaran sudah sangat jelas, bahwa pengoperasian taksi Uber berkedok aplikasi adalah pelanggaran terhadap perizinan umum dan khusus," kata Shafruhan.

Aspek lainnya, berupa tindak pidana, yakni taksi Uber melakukan penipuan. Hal ini berkaitan dengan penawaran yang dilakukan Uber berupa jasa transportasi taksi. "Karena yang ditawarkan kepada pengguna jasa adalah 'taksi' namun yang datang bukan taksi karena mobil-mobil pribadi tersebut tidak masuk dalam spesifikasi taksi sebagaimana peraturan pemerintah," kata Shafruhan.

Shafruhan juga meminta Pemerintah untuk menelaah sistem pembayaran taksi Uber. Ia menilai ada indikasi pelanggaran soal tranksasi lintas negara. "Terindikasi merupakan transaksi pencucian uang karena merchant dari visa tersebut berada di luar negeri (San Fransisco) sedangkan transaksinya dilakukan di Indonesia, tanpa badan hukum atau partner lokal yang berbadan hukum," ucap Shafruhan.

Sisi lainnya yang tak kalah penting, kata Sharufhan, soal pencegahan. Regulasi tentang angkutan jalan mempersyaratkan bahwa operator angkutan umum baik barang maupun orang ikut bertanggung jawab atas keselamatan pengguna jasa/penumpang.

"Oleh karenanya bila Uber tidak memiliki badan hukum yang jelas siapa yang bertanggung jawab bila terjadi risiko kepada penumpangnya," tegas Shafruhan.

Terakhir, Shafruhan menyebut pihak-pihak yang ikut bekerjasama dengan Uber dapat dijerat dengan hukum. Salah satunya dikenakan Pasal 55 KUHP tentang penyertaan tindak pidana.
"Untuk itu kepada pihak-pihak yang berkicau atas sweeping yang dilakukan kepolisian merupakan indikasi dari 'pengkhianat bangsa' dan penghianat hukumannya," tutup Shafruhan. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukcapil DKI Catat 1.038 Pendatang Baru ke Jakarta Usai Lebaran 2024

Dukcapil DKI Catat 1.038 Pendatang Baru ke Jakarta Usai Lebaran 2024

Megapolitan
Polisi Tangkap Pemuda yang Cabuli Anak 5 Tahun di Cengkareng

Polisi Tangkap Pemuda yang Cabuli Anak 5 Tahun di Cengkareng

Megapolitan
Usai Rampas Ponsel Pelanggan Warkop, Remaja di Bekasi Lanjut Begal Pengendara Motor

Usai Rampas Ponsel Pelanggan Warkop, Remaja di Bekasi Lanjut Begal Pengendara Motor

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Mitigasi Cegah Risiko dan Dampak Perekonomian Setelah Jakarta Tak Lagi Ibu Kota

Pemprov DKI Siapkan Mitigasi Cegah Risiko dan Dampak Perekonomian Setelah Jakarta Tak Lagi Ibu Kota

Megapolitan
Polisi Tangkap TikTokers Galihloss Buntut Konten Diduga Nistakan Agama

Polisi Tangkap TikTokers Galihloss Buntut Konten Diduga Nistakan Agama

Megapolitan
Polisi Tangkap Begal Remaja yang Beraksi di Jatiasih dan Bantargebang Bekasi

Polisi Tangkap Begal Remaja yang Beraksi di Jatiasih dan Bantargebang Bekasi

Megapolitan
Jangan Khawatir Lagi, Taksi 'Online' Dipastikan Boleh Antar Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Jangan Khawatir Lagi, Taksi "Online" Dipastikan Boleh Antar Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Anak yang Aniaya Ibu Kandungnya di Cengkareng

Polisi Periksa Kejiwaan Anak yang Aniaya Ibu Kandungnya di Cengkareng

Megapolitan
Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Tak Ditolong Saat Pendarahan dan Dirampas Ponselnya oleh Kekasih

Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Tak Ditolong Saat Pendarahan dan Dirampas Ponselnya oleh Kekasih

Megapolitan
Polisi Tangkap Selebgram Terkait Kasus Narkoba di Jaksel

Polisi Tangkap Selebgram Terkait Kasus Narkoba di Jaksel

Megapolitan
Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Ditinggal Kekasih Saat Pendarahan

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Ditinggal Kekasih Saat Pendarahan

Megapolitan
Ketua Fraksi PSI: Penonaktifan NIK Konsekuensi bagi Warga Jakarta yang Pindah ke Daerah Lain

Ketua Fraksi PSI: Penonaktifan NIK Konsekuensi bagi Warga Jakarta yang Pindah ke Daerah Lain

Megapolitan
Bukan Transaksi Narkoba, 2 Pria yang Dikepung Warga Pesanggrahan Ternyata Mau ke Rumah Saudara

Bukan Transaksi Narkoba, 2 Pria yang Dikepung Warga Pesanggrahan Ternyata Mau ke Rumah Saudara

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibunuh 'Pelanggannya' karena Sakit Hati

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibunuh "Pelanggannya" karena Sakit Hati

Megapolitan
12 Perusahaan Setor Dividen 2023 ke Pemprov DKI, Nilainya Capai Rp 545,8 Miliar

12 Perusahaan Setor Dividen 2023 ke Pemprov DKI, Nilainya Capai Rp 545,8 Miliar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com