Oleh Windoro Adi/Dian Dewi Purnamasari
Sentra perdagangan grosir dan tempat hiburam malam, menjadi pendulang uang terpenting Jakarta Barat. Menurut Wali Kota Jakbar Anas Efendi, dari sentra perdagangan dan tempat hiburan malam, setiap tahun kota ini meraup pendapatan asli daerah sebesar Rp 10 triliun, terbesar di antara kota lain di DKI Jakarta.
Kota Tua Jakarta, yang memiliki luas lahan 846 hektar dengan 284 bangunan cagar budaya, sebagian besar di wilayah Jakarta Barat (Jakbar). "Sebanyak 80 persen di antaranya berada di Jakbar, 20 persen sisanya ada di Jakarta Utara," tutur Candrian Attahiyat, pemerhati cagar budaya Jakarta, Senin (22/6), di Jakarta.
Berbeda dengan tempat lain di Provinsi DKI Jakarta, usia sebagian besar sentra perdagangan di Jakbar, yang tumbuh dari kawasan pecinan, bisa dibilang sama dengan Batavia. Inilah yang membuat beberapa lokasi di sentra perdagangan itu diwarnai romantisme masa lalu yang bisa dijual sebagai paket kunjungan wisata.
Sentra perdagangan Glodok misalnya. Kawasan ini mulai berkembang pasca peristiwa pembantaian Tionghoa pada 9-11 Oktober 1740 di era Gubernur Jenderal Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Adrian Valckenier (1737-1741).
"Wilayahnya membentang dari Pancoran-Asemka-Toko Tiga-Perniagaan hingga persimpangan pertama Jalan Tubagus Angke-Jalan Layang Asemka-KH Moh Mansyur. Kita bisa menandai dengan keberadaan rumah berarsitektur Tionghoa dan wihara berusia tua," tutur Mona Lohanda, sejarawan Jakarta, beberapa waktu lalu.
Oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin, sentra perdagangan grosir dari kawasan Pecinan ini pada 1970-an diperluas hingga kawasan Mangga Besar yang awalnya menjadi sentra kegiatan kesenian komersial Princen Park (kini Lokasari). Kawasan di seberang Glodok pun diperluas, yang kini dikenal sebagai kawasan Jalan Blustru.
Kawasan ini terdiri dari kompleks pertokoan Glodok Blustru, Glodok Metro, HWI Lindeteves, Sinar Laut Abadi, dan pertokoan sepanjang Jalan Mangga Besar 1. Kawasan ini sejak awal dikenal sebagai sentra perkakas teknik dan pertukangan terlengkap dan termurah di Tanah Air.
Sentra perdagangan Asemka yang membentang dari Jalan Perniagaan Timur sampai Jalan Pintu Kecil dikenal sebagai pusat grosir mainan dan perlengkapan sekolah anak, aksesori perempuan, perlengkapan olahraga, dan perlengkapan pada musim hujan. Tak jauh dari situ terdapat kawasan Toko Tiga yang populer sebagai sentra perdagangan mesin jahit sejak 1973. Kawasan ini awalnya memasok mesin jahit bagi industri konfeksi di Kecamatan Tambora. Di Jalan Cengkeh, sejak 1950-an, pedagang asal Aceh menjadikan tempat ini sebagai sentra pembuatan dan perdagangan terpal dan tenda. Hingga kini, sentra itu masih belum tertandingi dibandingkan sentra lain serupa.
Pendulang uang lainnya di Jakbar, adalah bisnis tempat hiburan malam. Jakbar memiliki 60 persen dari total tempat hiburan malam di Jakarta yang jumlahnya mencapai 1.350 unit. Dari angka itu, hampir seluruhnya di kawasan Mangga Besar.
Menurut Ketua Perhimpunan Pengusaha Tempat Rekreasi dan Hiburan Umum Adrian Maelite, sampai sekarang pajak hiburan masih di peringkat ketiga dalam hal pemasukan pajak di DKI Jakarta. "Dari target pajak hiburan sebesar Rp 2,3 triliun tahun ini, sekitar Rp 300 miliar berasal dari tempat hiburan malam," jelasnya di Jakarta, Minggu.