Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gaji Rp 8,1 Juta, Ini Syarat untuk Jadi Sopir Transjakarta

Kompas.com - 24/06/2015, 18:24 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Utama PT Transjakarta Antonius Kosasih mengaku menerapkan syarat yang ketat dalam seleksi penerimaan tenaga sopir. Ketatnya seleksi untuk menjadi sopir transjakarta disebabkan tingginya gaji yang diberikan, yakni tiga kali upah minimum provinsi atau setara Rp 8,1 juta (UMP DKI Jakarta tahun 2014 mencapai Rp 2,7 juta).

Kosasih menjelaskan tes-tes yang harus dilalui oleh para calon sopir. Dalam seleksi tersebut, setidaknya ada enam tes yang harus dilalui calon sopir.

Seleksi diawali dengan tes administrasi. Pada tes ini, kata Kosasih, para calon sopir harus memiliki dokumen surat keterangan catatan kepolisian, surat keterangan bebas narkoba, dan surat izin mengemudi kategori B2 umum.

"Setelah dokumen tadi bisa dilengkapi, kami akan melakukan pengecekan usia," kata Kosasih di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (24/6/2015).

Menurut Kosasih, usia untuk menjadi sopir transjakarta tidak boleh terlalu tua, tetapi tidak boleh juga terlalu muda. [Baca: Berhasil Gaet Kopaja, Ahok Kini Rayu Metromini Gabung Transjakarta]

Usia

Rentang usia ideal yang ia sebutkan adalah berkisar antara 26 tahun-46 tahun. Kosasih mengatakan, sopir transjakarta tidak boleh terlalu tua karena kegiatan mengemudi, terutama mengemudikan bus, sangat menguras kondisi fisik.

Selain itu, tujuan perekrutan sopir yang usianya tidak terlalu tua adalah agar masa pengabdian sopir tersebut bisa berlangsung lama.

"Sedangkan tidak boleh terlalu muda ialah karena untuk mendapatkan SIM B2 umum itu harus melewati beberapa tahap, mulai dari harus dapat SIM A dulu, B1, B2, baru B2 umum. Jadi, kalau dia terlalu muda, misalnya umurnya baru 18-20 tahun, kita curiga juga dia dapat SIM B2 umum-nya dari mana," ujar Kosasih.

Setelah dinyatakan lolos tes administrasi, ujar Kosasih, tes selanjutnya yang harus dilalui oleh para calon sopir adalah tes fisik dan tes praktik mengemudi.

Pada tes fisik, para calon sopir diwajibkan untuk menjalani sejumlah kegiatan fisik, salah satunya lari keliling lapangan.

Sementara itu, pada tes praktik mengemudi, para calon sopir diminta untuk membawa bus di trek yang ada di dalam pul. Para calon sopir akan dilihat bagaimana cara ia mengemudi, meliputi teknik maju, mundur, berputar, dan parkir. "Kalau enggak bisa parkir, kita enggak akan berani terima," kata Kosasih.

Wawancara dan psikotes

Bila tes fisik dan tes praktik mengemudi dapat dilalui, kata Kosasih, tahap seleksi selanjutnya yang harus dilalui oleh para calon sopir adalah tes wawancara dan psikotes. Tujuannya adalah untuk melihat kejiwaan dari si calon sopir. Adapun tes terakhir yang harus dilalui para calon sopir adalah tes kesehatan.

"Terakhir tes kesehatan. Kalau fisiknya bagus, nyetir-nya benar, tetapi buta warna, dia tidak bisa bedain lampu merah, hijau, kuning, kita tidak akan terima," ujar Kosasih.

Dia mengaku tidak tahu apakah para operator juga menerapkan hal yang sama dalam proses perekrutan sopir mereka. Namun, yang pasti, ia menyatakan akan segera mewajibkan hal yang sama. Hal itu dilakukan agar semua sopir bus transjakarta, apa pun operatornya, memiliki standar kualitas yang sama.

"Kami juga bekerja sama dengan lembaga sertifikasi pengemudi LLAJR dan ke depannya dengan Sekolah Tinggi Transportasi di Ciater milik Kementerian Perhubungan supaya semua sertifikasinya standar," tutur Kosasih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Megapolitan
Cerita Warga 'Numpang' KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Cerita Warga "Numpang" KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Megapolitan
Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Megapolitan
Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Megapolitan
Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Megapolitan
Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Megapolitan
Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Megapolitan
Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Megapolitan
Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembegal Motor Warga yang Sedang Cari Makan Sahur di Bekasi

Polisi Tangkap Pembegal Motor Warga yang Sedang Cari Makan Sahur di Bekasi

Megapolitan
Tertipu Program Beasiswa S3 di Filipina, Korban Temukan Berbagai Kejanggalan

Tertipu Program Beasiswa S3 di Filipina, Korban Temukan Berbagai Kejanggalan

Megapolitan
Heru Budi Minta Kadis dan Kasudin Tingkatkan Pengawasan Penggunaan Mobil Dinas oleh ASN

Heru Budi Minta Kadis dan Kasudin Tingkatkan Pengawasan Penggunaan Mobil Dinas oleh ASN

Megapolitan
Usai Dicopot, Pejabat Dishub DKI yang Pakai Mobil Dinas ke Puncak Tak Dapat Tunjangan Kinerja

Usai Dicopot, Pejabat Dishub DKI yang Pakai Mobil Dinas ke Puncak Tak Dapat Tunjangan Kinerja

Megapolitan
Harga Cabai Rawit di Pasar Perumnas Klender Turun Jadi Rp 40.000 Per Kilogram Setelah Lebaran

Harga Cabai Rawit di Pasar Perumnas Klender Turun Jadi Rp 40.000 Per Kilogram Setelah Lebaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com