Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pusat Keramaian Belum Terkoneksi Angkutan Massal

Kompas.com - 25/06/2015, 19:34 WIB

KOMPAS - Sebagai pusat ekonomi, Jakarta memiliki banyak pusat bisnis dan perdagangan. Sebut saja Tanah Abang, Mangga Dua, Jatinegara, dan Pasar Senen. Pusat-pusat kegiatan tersebut tak hanya populer di Jakarta, tetapi sudah dikenal se-Indonesia, bahkan menjadi rujukan wisatawan mancanegara.

Sayang, titik-titik tersebut belum diintegrasikan dengan layanan angkutan massal. Akibatnya, pusat keramaian bisnis seolah identik dengan kemacetan.

Pusat perdagangan pakaian jadi Tanah Abang, misalnya, menjadi tempat rujukan banyak pedagang. Kawasan ini selalu ramai dikunjungi pedagang dari sejumlah kota dan negara untuk mencari stok barang. Kemacetan pun tak terelakkan.

Angkutan umum yang melintasi Tanah Abang juga padat. Peron Stasiun Tanah Abang kerap kali tak cukup menampung luberan penumpang yang turun atau naik KRL. Sementara jalur pejalan kaki masih buruk dan membuat orang sering harus berjalan di aspal jalan di tengah sesaknya berbagai jenis kendaraan yang terjebak kemacetan.

Pengguna angkutan massal yang juga Koordinator Suara Transjakarta, David Tjahjana, mengakui, integrasi antara pusat-pusat aktivitas warga dan angkutan massal masih buruk. Kasus Tanah Abang merupakan contoh keburukan kepaduan kawasan dan angkutan massal itu.

"Akses bagi pejalan kaki di banyak tempat masih sangat buruk. Padahal, jalur pejalan kaki ini penting untuk menghubungkan stasiun, halte, dan terminal dengan pusat kegiatan. Tujuannya agar orang mau pakai angkutan massal ke tempat tujuan," ucapnya.

Kepaduan kawasan dan akses angkutan massal ini merupakan bagian dari konsep transit oriented development (TOD). Dalam rencana tata ruang wilayah DKI Jakarta 2030, sejumlah kawasan dijadikan TOD, termasuk Tanah Abang dan Pasar Senen di Jakarta Pusat. Namun, di lapangan, kepaduan wilayah dan akses angkutan massal ini belum pas.

David mengatakan, kawasan Senen seharusnya bisa menjadi contoh kawasan yang memiliki keterpaduan antarmoda dan antarkawasan yang baik. Sebab, selain memiliki pasar yang luas dan mal, di Senen juga terdapat stasiun, terminal, dan halte transjakarta untuk dua koridor.

"Sayang, titik-titik kegiatan dan akses angkutan umum itu belum terhubung dengan baik. Pengguna angkutan umum harus mencari jalan sendiri jika ingin berpindah moda angkutan atau saat hendak menuju pusat kegiatan. Idealnya, harus ada akses yang nyaman dan aman bagi pejalan kaki. Luas tempat bagi pejalan kaki pun harus disesuaikan dengan keramaian kawasan itu," ucapnya.

Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek MN Fadhila berpendapat, integrasi fisik antara halte dan stasiun bisa berupa petunjuk bagi pejalan kaki. Selain itu, area pejalan kaki juga mesti nyaman dan aman.

Adapun integrasi halte dan stasiun sudah beberapa kali dibicarakan. Halte bus transjakarta Cikoko sempat direncanakan akan terhubung dengan Stasiun Cawang di Jakarta Timur. Kenyataannya, halte dan stasiun itu tak terhubung dengan baik.

Hal serupa terjadi di Sudirman. Antara halte bus Dukuh Atas dan Stasiun Sudirman tak terhubung baik. Pengguna angkutan massal yang akan berpindah moda harus menyeberang jalan. Padahal, arus lalu lintas di sini tergolong padat.

Ego sektoral

Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Aditya Dwi Laksana, mengatakan, buruknya integrasi angkutan massal seperti ini merupakan cerminan ego sektoral yang masih melekat di setiap institusi.

"Selama ego sektoral ini masih ada, sulit membuat integrasi yang nyata. Akibatnya, pengguna angkutan massal terus dikorbankan," ucap Aditya yang juga pengguna angkutan umum.

Dia menambahkan, di lapangan, pengguna angkutan massal sering kali harus menempuh jalan naik-turun di trotoar yang rusak untuk berpindah angkutan massal. Hal ini kontras dengan kebebasan kendaraan pribadi yang bisa masuk hingga ke lobi-lobi gedung perkantoran atau pusat perbelanjaan.

Dia berharap rencana Pemprov DKI dan pemerintah pusat menambah angkutan massal di Jakarta harus disertai detail integrasi yang baik. Integrasi harus dibuat ramah bagi pengguna sehingga angkutan massal menjadi menarik dibandingkan kendaraan pribadi. (AGNES RITA SULISTYAWATY)

________________

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Juni 2015, di halaman 25 dengan judul "Pusat Keramaian Belum Terkoneksi Angkutan Massal".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Antisipasi Demo saat Penetapan Prabowo-Gibran di KPU, Warga Diimbau Cari Jalan Alternatif

Antisipasi Demo saat Penetapan Prabowo-Gibran di KPU, Warga Diimbau Cari Jalan Alternatif

Megapolitan
Meningkat 13 Persen, PT KCI Raup Rp 88 Miliar Selama Periode Lebaran 2024

Meningkat 13 Persen, PT KCI Raup Rp 88 Miliar Selama Periode Lebaran 2024

Megapolitan
Soal Penambahan Lift dan Eskalator di Stasiun Cakung, KCI Koordinasi dengan Kemenhub

Soal Penambahan Lift dan Eskalator di Stasiun Cakung, KCI Koordinasi dengan Kemenhub

Megapolitan
Pengurus PAN Sambangi Kantor Golkar Bogor, Sinyal Pasangan Dedie-Rusli di Pilkada 2024?

Pengurus PAN Sambangi Kantor Golkar Bogor, Sinyal Pasangan Dedie-Rusli di Pilkada 2024?

Megapolitan
Aduan Masalah THR Lebaran 2024 Menurun, Kadisnaker: Perusahaan Mulai Stabil Setelah Pandemi

Aduan Masalah THR Lebaran 2024 Menurun, Kadisnaker: Perusahaan Mulai Stabil Setelah Pandemi

Megapolitan
Disnaker DKI Terima Aduan Terhadap 291 Perusahaan Soal Pembayaran THR Lebaran 2024

Disnaker DKI Terima Aduan Terhadap 291 Perusahaan Soal Pembayaran THR Lebaran 2024

Megapolitan
Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Sedang Mengandung Empat Bulan

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Sedang Mengandung Empat Bulan

Megapolitan
Pergaulan Buruk Buat Selebgram Chandrika Chika Ditangkap Polisi karena Konsumsi Narkoba...

Pergaulan Buruk Buat Selebgram Chandrika Chika Ditangkap Polisi karena Konsumsi Narkoba...

Megapolitan
Pria yang Tewas di Kamar Kontrakan Depok Tinggalkan Surat Tulisan Tangan

Pria yang Tewas di Kamar Kontrakan Depok Tinggalkan Surat Tulisan Tangan

Megapolitan
Pria di Cengkareng Cabuli Anak 5 Tahun, Lecehkan Korban sejak 2022

Pria di Cengkareng Cabuli Anak 5 Tahun, Lecehkan Korban sejak 2022

Megapolitan
Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Diberi Uang Rp 300.000 untuk Gugurkan Kandungan oleh Kekasihnya

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Diberi Uang Rp 300.000 untuk Gugurkan Kandungan oleh Kekasihnya

Megapolitan
Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Sudah Berpacaran dengan Kekasihnya Selama 3 Tahun

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Sudah Berpacaran dengan Kekasihnya Selama 3 Tahun

Megapolitan
Sang Kekasih Bawa Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading ke Jakarta karena Malu

Sang Kekasih Bawa Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading ke Jakarta karena Malu

Megapolitan
Kasus Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading Belum Terungkap Jelas, Polisi: Minim Saksi

Kasus Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading Belum Terungkap Jelas, Polisi: Minim Saksi

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jabodetabek Hari Ini: Waspadai Hujan di Pagi Hari

Prakiraan Cuaca Jabodetabek Hari Ini: Waspadai Hujan di Pagi Hari

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com