Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/07/2015, 15:04 WIB
JAKARTA, KOMPAS — Pencopotan dan penggantian sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berpeluang kontraproduktif. Pejabat diliputi suasana waswas dan tak nyaman bekerja karena target tinggi. Langkah bongkar-pasang dalam tempo singkat juga berpotensi melanggar undang-undang.

Jumat (3/7), Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama melantik tujuh pejabat eselon II dan sejumlah pejabat eselon III dan IV di Balai Kota Jakarta. Basuki mengatakan, langkahnya mengganti pejabat melalui serangkaian proses seleksi sesuai UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Delapan pejabat eselon II yang dilantik, yakni Kepala Dinas Kebersihan Isnawa Adji, Kepala Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan Irwandi, Kepala Dinas Olahraga dan Pemuda Firmansyah, Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi Andri Yansyah, Kepala Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Edy Junaedi, Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Ratna Diah Kurniati, Kepala Dinas Tata Air Tri Djoko Sri Margianto, dan Wakil Kepala Dinas Kebersihan Ali Maulana Hakim.

Basuki menyebutkan, para pejabat baru itu merupakan hasil seleksi dari 140 calon pejabat eselon II, lalu disaring menjadi 30 orang. Berdasarkan hasil tes psikologi, delapan orang dinilai layak.

Para pejabat baru menyatakan siap bekerja memenuhi target yang diminta Basuki. "Saya diminta menuntaskan titik kemacetan, mengatasi titik-titik angkutan mengetem, dan jalan berbayar," kata Andri Yansyah.

Irwandi mengatakan siap menata pedagang kaki lima dengan tegas. Tidak ada toleransi bagi pedagang yang nekat berjualan di badan jalan atau lokasi ilegal. Adapun Ratna menjamin taman-taman bebas sampah.

Iklim kerja

Analis pemerintahan dari Institut Pertanian Bogor, Deddy S Bratakusumah, berpendapat, sesuai ketentuan UU ASN, penggantian pejabat pimpinan tinggi setidaknya dua tahun sejak pelantikan sebelumnya. Terkecuali, pejabat itu melanggar UU, mengundurkan diri, meninggal dunia, atau pensiun.

Dua tahun dimaksudkan agar pejabat itu mempunyai waktu memperbaiki diri. Bagi kepala daerah, ada empat semester untuk melihat perbaikan, lalu mengevaluasi perbaikan, dan menyiapkan lelang jabatan jika pejabat yang dimaksud dinilai tak cocok dan perlu penggantian.

"Jika begini (bongkar pasang) terus, pejabat malah tidak bisa bekerja karena waswas, cenderung tidak produktif. Mereka bekerja dalam tekanan. Idealnya ditegur dulu, lalu diberi kesempatan untuk memperbaiki, lalu evaluasi lagi," ujarnya.

Menurut Deddy, kepala badan daerah bisa berinovasi untuk memacu kinerja birokrasi. Namun, mereka tidak bisa langsung bongkar pasang pejabat tinggi karena ada peraturan yang tidak mengizinkan perubahan secepatnya.

Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Syarif menambahkan, selain iklim kerja, bongkar pasang berpengaruh pada kinerja keuangan pemerintah daerah. Dia mengingatkan serapan anggaran yang masih rendah. (MKN/FRO)

-------

Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Sabtu, 4 Juni 2015, dengan judul "Bongkar Pasang bisa Kontraproduktif"

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dinas LH DKI Imbau Warga Terapkan Konsep 'Green Ramadhan' demi Lestarikan Lingkungan

Dinas LH DKI Imbau Warga Terapkan Konsep "Green Ramadhan" demi Lestarikan Lingkungan

Megapolitan
Tarif Tol Jakarta-Cirebon untuk Mudik Lebaran 2024

Tarif Tol Jakarta-Cirebon untuk Mudik Lebaran 2024

Megapolitan
Brankas Beserta Isinya Dirampok, Warga Ciracas Kehilangan BPKB hingga Logam Mulia

Brankas Beserta Isinya Dirampok, Warga Ciracas Kehilangan BPKB hingga Logam Mulia

Megapolitan
JPO Depan Kampus Trisakti Rusak, Pengamat: Merusak Budaya Berjalan Kaki

JPO Depan Kampus Trisakti Rusak, Pengamat: Merusak Budaya Berjalan Kaki

Megapolitan
JPO Depan Kampus Trisakti Sempat Bolong, Pengamat: Mengabaikan Prinsip Memanusiakan Pejalan Kaki

JPO Depan Kampus Trisakti Sempat Bolong, Pengamat: Mengabaikan Prinsip Memanusiakan Pejalan Kaki

Megapolitan
Rumah Mewah di Ciracas Dibobol Maling, Isi Brankas Senilai Rp 150 Juta Raib

Rumah Mewah di Ciracas Dibobol Maling, Isi Brankas Senilai Rp 150 Juta Raib

Megapolitan
Jadwal Mundur, Uji Coba Lima Angkot Listrik di Bogor Dimulai Awal April

Jadwal Mundur, Uji Coba Lima Angkot Listrik di Bogor Dimulai Awal April

Megapolitan
Rumah Kos di Jagakarsa Jadi Tempat Produksi Tembakau Sintetis Selama 3 Bulan

Rumah Kos di Jagakarsa Jadi Tempat Produksi Tembakau Sintetis Selama 3 Bulan

Megapolitan
Meski Jadi Korban Main Hakim Sendiri, Pengemudi Ford Ecosport yang Mabuk Tetap Ditilang

Meski Jadi Korban Main Hakim Sendiri, Pengemudi Ford Ecosport yang Mabuk Tetap Ditilang

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Tangerang Hari Ini, 18 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Tangerang Hari Ini, 18 Maret 2024

Megapolitan
Paling Banyak karena Tak Pakai Sabuk, 14.510 Pengendara Ditilang Selama Operasi Keselamatan Jaya 2024

Paling Banyak karena Tak Pakai Sabuk, 14.510 Pengendara Ditilang Selama Operasi Keselamatan Jaya 2024

Megapolitan
Tarif Tol Jakarta-Pemalang untuk Mudik 2024

Tarif Tol Jakarta-Pemalang untuk Mudik 2024

Megapolitan
Kasus Meterai Palsu Ratusan Juta Rupiah di Bekasi, Bagaimana Cara Membedakan Asli dan Palsu?

Kasus Meterai Palsu Ratusan Juta Rupiah di Bekasi, Bagaimana Cara Membedakan Asli dan Palsu?

Megapolitan
Penggerebekan Tempat Produksi Tembakau Sintetis di Rumah Kos Jagakarsa Berawal dari Pengguna yang Tertangkap

Penggerebekan Tempat Produksi Tembakau Sintetis di Rumah Kos Jagakarsa Berawal dari Pengguna yang Tertangkap

Megapolitan
Gerebek Kos-kosan di Jagakarsa, Polisi Sita 500 Gram Tembakau Sintetis

Gerebek Kos-kosan di Jagakarsa, Polisi Sita 500 Gram Tembakau Sintetis

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com