Berdasarkan penyelidikan, penyidik menemukan ada spesifikasi genset yang tidak sesuai antara kerangka acuan kerja (KAK) dengan realisasinya. Hal ini kemudian memicu dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam pengadaan genset yang diperuntukkan untuk petambak udang di lima provinsi tersebut.
"Artinya kita kan harus mencari data. Mengetahui spesifikasi barang yang diimpor tersebut, pada saat diimpor sama nggak spesifikasinya," ungkap Ajie.
Diketahui, sumber dana pengadaan mesin genset itu adalah dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun 2013. Kelima provinsi yang menerima genset adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.
Dugaan korupsi tersebut dilihat dari selisih daya genset yang harusnya sesuai Kerangka Acuan Kerja (KAK) sebanyak 28 Kwh menjadi 22 Kwh, atau selisih 6 Kwh. Jika harga 1 Kwh di pasar Rp 3 juta, maka negara menderita kerugian Rp 18 juta per satu genset atau Rp 9.720.000.000 secara keseluruhan.