"Saya pernah mau ditangkap, eh, akhirnya minta sogok juga (oknum Dinas Pendudukan Catatan Sipil DKI). Kurang ajar banget. Waktu saya kuliah di sini, saya tidak punya KTP mau ditangkap," kata Basuki, di Lapangan IRTI Monas, Jakarta, Rabu (8/7/2015).
Atas pengalamannya itu, Basuki pun meminta Disdukcapil DKI untuk tidak menangkap mahasiswa-mahasiswa yang menuntut ilmu di Jakarta tetapi belum memiliki KTP. Sebab, tujuan mereka jelas datang ke Jakarta, untuk menuntut ilmu.
Mereka seharusnya diberi pembinaan untuk segera mengurus administrasi kependudukan. Bahkan, jika persyaratan sudah memenuhi, mahasiswa pendatang bisa dibuatkan KTP.
Selain itu, Basuki juga meminta Disdukcapil DKI tidak melakukan operasi yustisi di hotel-hotel berbintang. Sebab, mereka yang menginap di hotel adalah wisatawan, bukan untuk menetap di Jakarta.
"Selama warga itu bisa tunjukkan tinggal di hotel mana, tidak masalah. Jangan cari-cari alasan," kata Basuki.
Adapun Disdukcapil DKI mengategorikan pendatang baru menjadi tiga kelompok. Pertama, sekitar 60 persen pendatang sudah pasti menetap tinggal di ibu kota.
Kedua, sekitar 25 persen pendatang yang sekadar transit dan menetap di sejumlah kawasan industri yang berada di sekitar Jakarta. Sementara kelompok ketiga, sekitar 15 persen pendatang masih ragu-ragu apakah akan menetap atau kembali ke daerah asal.
Kepala Disdukcapil DKI Edison Sianturi menjelaskan, meski Basuki tidak melarang pendatang datang ke Jakarta, mereka tetap harus menaati sejumlah aturan kependudukan yang berlaku.
"Pendatang baru di Jakarta dilarang berdagang di kaki lima, dilarang tinggal di luar tempat yang ditentukan, serta larangan menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) seperti pengemis, gelandangan, dan anak jalanan. Pendatang baru tetap diwajibkan memiliki KTP, harus punya keterampilan, sehingga tidak akan berada di jalanan," kata Edison.
Monitoring arus mudik dan arus balik akan dilakukan mulai dari H-9 hingga H+7. Sementara khusus untuk monitoring jumlah penduduk saat arus balik akan dilakukan hingga H+14 mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.