Menurut Tri, saat terjadinya proses pengadaan lahan, dia memang menjabat sebagai Ketua Tim Panitia Pembebasan Tanah (P2T). Posisi tersebut diembannya karena saat itu ia tengah menjabat sebagai Sekretaris Kota Jakarta Selatan per 24 Mei 2013.
Namun, dia menegaskan, sebelum menempati posisi tersebut, P2T yang dipimpin Sekretaris Kota Jakarta Selatan sebelumnya, Usmayadi, telah melakukan proses sosialisasi dan inventarisasi tanah yang akan dibebaskan.
"Sebelum saya sekretaris kotanya Pak Usmayadi sudah melakukan sosialisasi dan inventarisasi. Semua anggota P2T seperti lurah, camat, kasudin diangkat Pak Usmayadi," kata Tri kepada Kompas.com, Kamis (9/7/2015).
Tri mengaku, saat dia mulai menjabat sebagai Ketua P2T di Jakarta Selatan, tercatat ada dua proyek besar yang saat itu membutuhkan pembebasan lahan dengan segera. Selain proyek normalisasi Kali Pesanggrahan, satu proyek lainnya adalah proyek pembangunan mass rapid transit (MRT).
Menurut Tri, sekitar Agustus 2013, ia mengaku menandatangani surat undangan untuk pemeriksaan berkas dan persiapan pembayaran pembebasan lahan untuk proyek MRT. Tri mengaku berani menandatangani surat tersebut karena merasa semua lahan milik warga yang akan dijadikan lokasi proyek MRT memiliki dokumen yang jelas.
"Kalau MRT di pinggir jalan jadi surat-suratnya lengkap. Saya juga sudah membuat surat undangan untuk siap-siap melakukan pembayaran. Itu diproses verbal," ujar dia.
Akan tetapi, Tri mengaku tak menyangka ternyata surat undangan yang ia tanda tangani berubah. Surat yang pada awalnya hanya berisi pemeriksaan berkas dan persiapan pembayaran pembebasan lahan untuk proyek MRT menjadi ditambah dengan adanya pemeriksaan berkas dan persiapan pembayaran pembebasan lahan untuk normalisasi Kali Pesanggrahan.
"Ternyata begitu jadi, undangan berubah jadi dua sekaligus. Saya tidak tahu siapa yang mengubah. Saya tidak pernah menandatangani undangan untuk pemeriksaan proyek Kali Pesanggrahan," kata Tri.
Atas dasar itu, ia merasa dijebak dan ditipu. Akan tetapi, Tri mengaku tidak tahu siapa pihak yang ia maksud tersebut. Sebab, ia menyebut hal tersebut merupakan wewenang polisi.
"(Merasa tertipu) iya dong. Tapi saya tidak tahu siapa (yang menipu). Tapi seperti itulah faktanya. Undangannya dipalsu," ujar mantan Bupati Kepulauan Seribu ini.
Dugaan korupsi yang dilakukan dalam pengadaan lahan proyek normalisasi Kali Pesanggrahan dilakukan dengan cara memalsukan surat tanah berupa girik di tanah yang sebenarnya milik negara. Hal itu membuat tanah yang semestinya dibebaskan tanpa pembayaran itu jadi mesti dibayar oleh negara.
Dana yang dibayarkan dalam proyek tersebut mencapai Rp 32,8 milliar untuk dua lokasi di kawasan Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan.
Saat ini polisi sudah menetapkan lima tersangka dalam kasus tersebut. Kelimanya yakni MD dan MR yang berperan dalam pengurusan dokumen kepemikan tanah, HS sebagai penyandang dana, serta ABD dan JN sebagai pemilik tanah. Satu tersangka, yakni MR, saat ini berstatus buron. Sedangkan dua tersangka lainnya, yakni ABD dan JN, telah meninggal dunia akibat sakit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.