Irjen Kemendikbud, Daryanto mengatakan, kasus Evan menjadi pelajaran bagi instansi seperti Dinas Pendidikan untuk lebih perhatian mengenai pelaksanaan MOS. "Kasus Evan ini jadi pelajaran, institusinya yang punya otoritas, dalam hal ini di pemda itu dinas pendidikannya, kita kasih teguran, kasih peringatan, harus lebih aware (soal MOS)," kata Daryanto, kepada Kompas.com, Minggu (2/8/2015).
Daryanto belum menyimpulkan apakah kasus ini apakah karena kelalaian dari pihak sekolah dalam hal pengawasan. Kejadian ini menurutnya perlu pendalaman lebih lanjut. Namun, diakuinya, pada penyelenggaraan MOS sekolah masih ada yang kurang memperhatikan soal aspek kesehatan siswa pesertanya.
Hal tersebut menurut dia yang terkadang "lepas" begitu saja, sehingga kegiatan MOS kemudian diserahkan sekolah ke panitia yang notabene pelajar seperti 'permainan biasa'. "Kita enggak tahu apakah anak itu sehat atau tidak. Jarang juga diperiksa. Jadi kakak-kakak (kelas) nya menjalankan saja kegiatan itu, mereka tidak tahu," ujar Daryanto.
Dalam kasus Evan, lanjut Daryanto, dari penuturan ayah korban, hasil pengecekan di puskesmas ternyata korban disebut menderita asam urat. "Bapak almarhum sampaikan, dicek di puskesmas sakitnya setelah MOS, asam urat (anaknya) tinggi, 6,7. Buat orang gede saja kalau segitu, sudah tidak bisa jalan, kayak ada jarum di kakinya kalau napak sakit," ujar Daryanto.
Namun, pada kegiatan MOS itu pesertanya ternyata diminta berjalan kaki sejauh 4 kilomter. Untuk memastikan kematian Evan, menurut dia, perlu pendalaman lagi.
Ia menilai, secara struktur, MOS yang diselenggarakan SMP tersebut cukup baik dan ini adalah kasus pertama yang terjadi di sekolah tersebut. "Tetapi kita perlu lihat dokumentasi (MOS) nya, harus wawancara teman sebayanya korban satu persatu secara terpisah. Dari kedua pihak baru kita lihat hasil obyektifnya. Dari situ kita bisa melihat efek anak meninggal bisa jadi bukan dari MOS itu. Tetapi bisa juga pemantikanya dari MOS itu, karena permainan (game), makan telat, bisa juga seperti itu," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMP Flora Maria Dagomez belum mau memberikan komentarnya terkait kejadian ini. "Aduh, saya sedang gereja. Besok saja datang ke sekolah," ujar Maria.
Seperti diberitakan, Evan meninggal dua minggu setelah mengalami sakit di kakinya setelah mengikuti MOS. Sakit itu menurut keluarga didapat setelah Evan mengikuti salah satu kegiatan MOS "cinta lingkungan" dengan berjalan kaki sekitar 4 kilometer.
Setelah masuk sekolah, sakitnya tak kunjung hilang. Berbagai pengobatan sudah dilakukan keluarga, dari refleksi hingga ke puskesmas. Namun, tak kunjung sembuh. Kemudian, Evan sempat jatuh di kamar mandi sekolah, sampai akhirnya tak dapat masuk sekolah. Dua hari setelah jatuh, yakni tanggal 30 Juli 2015, Evan mengalami kejang. Akhirnya, korban meninggal setelah dilarikan ke rumah sakit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.