Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Bingung Daftar Ojek Aplikasi, Malas Keliling, hingga Sudah Uzur

Kompas.com - 04/08/2015, 13:12 WIB
Tangguh Sipria Riang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Pengojek pangkalan di kawasan Jakarta Utara masih banyak yang bertahan di teritorialnya daripada beralih ke ojek berbasis aplikasi. Beberapa di antara mereka mengaku ingin bergabung. Namun, mereka beralasan tidak tahu cara mendaftar ke pihak yang mengelola ojek berbasis aplikasi.

"Saya sih pengen daftar, tetapi enggak tahu daftar ke mana," ujar Faqih (27) di Jalan Raya Ancol Baru, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (4/8/2015).

Menurut pria tamatan SMP itu, selama lima tahun ngojek, dia tidak pernah mengantar penumpang di luar dari wilayah Tanjung Priok. Sebab, dia mengaku telah memiliki langganan yang ada di wilayah operasinya.

"Kebanyakan sih penumpang saya ya di sekitar (Tanjung) Priok, Mas. Paling jauh ke Sunter atau daerah lain di Jakut. Kalau di luar itu, saya nggak ambil," kata ayah dua anak tersebut.

Pengojek lain, Indra (24), berpendapat, kebanyakan dari teman-temannya sesama pengojek tidak terbiasa mengaplikasikan smartphone. Sebab, kebanyakan dari pengojek di beberapa pangkalan masih banyak yang menggunakan ponsel sederhana.

"Ribet, Mas, mending SMS atau telepon langsung. Kalau ojek berbasis aplikasi kan harus mantau aplikasinya, bayar pakai deposit, dan lainnya," ujarnya.

Pengojek lainnya, Ilham (49), mengatakan, dia lebih santai dengan menunggu penumpang datang.

"Kalau di pangkalan kan bisa agak santai, sambil main catur. Soalnya, kalau ojek berbasis aplikasi setahu saya harus muter-muter terus. Sudah bukan zamannya saya lagi harus muter-muter jauh," ungkap kakek satu cucu yang biasa mangkal di kawasan Kampung Bahari, Tanjung Priok, itu. 

Kebiasaan berkelompok para pengojek konvensional juga berimbas pada konflik terhadap pengojek berbasis aplikasi. Pengojek konvensional di sejumlah wilayah di DKI merasa terusik oleh kehadiran pengojek berbasis aplikasi terkait zona wilayah.

Pengojek merasa tidak ada masalah jika harus bersaing antar-sesama anggota kelompoknya. Namun, para pengojek berbasis aplikasi justru dianggap ancaman karena diaggap mengurangi kuota penumpang yang biasa didapat per hari.

"Setiap orang dan kelompok memiliki teritorial zone. Mereka akan mempertahankan zona itu. Terjadilah dinamika in-group versus out-group," kata pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, Senin (3/8/2015) lalu.

Reza mengatakan, untuk melindungi kelompoknya dari pihak asing yang dianggap mengganggu, orang-orang di dalam kelompok bisa berperilaku tanpa sadar layaknya "hewan" untuk melindungi diri, kelompok, dan wilayahnya.

"Perilaku manusia jadi sama dengan perilaku hewan yang didorong oleh insting teritorial," ujar Reza.

Sejumlah konflik antara pengojek konvensional dan pengojek berbasis aplikasi sempat terjadi beberapa kali di Jakarta. Konflik terlihat dari banyaknya spanduk yang sempat terpasang dengan pesan larangan bagi pengojek berbasis aplikasi untuk datang sampai adu mulut dan adu fisik. Dari rangkaian konflik yang terjadi, pihak yang selalu dirugikan adalah penumpang ojek.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Selain Gerindra, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Juga Mendaftar Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Selain Gerindra, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Juga Mendaftar Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Keluarga Pemilik Toko Bingkai 'Saudara Frame' yang Kebakaran Dikenal Dermawan

Keluarga Pemilik Toko Bingkai "Saudara Frame" yang Kebakaran Dikenal Dermawan

Megapolitan
Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 di Filipina, Percaya karena Pelaku Pernah Berangkatkan Mahasiswa

Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 di Filipina, Percaya karena Pelaku Pernah Berangkatkan Mahasiswa

Megapolitan
 Aksi Lempar Botol Warnai Unjuk Rasa di Patung Kuda

Aksi Lempar Botol Warnai Unjuk Rasa di Patung Kuda

Megapolitan
Polisi Belum Bisa Pastikan 7 Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Satu Keluarga atau Bukan

Polisi Belum Bisa Pastikan 7 Korban Kebakaran "Saudara Frame" Satu Keluarga atau Bukan

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi Bersama Kontras Tuntut Kemerdekaan Palestina

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi Bersama Kontras Tuntut Kemerdekaan Palestina

Megapolitan
Massa Gelar Demo di Patung Kuda, Tuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024

Massa Gelar Demo di Patung Kuda, Tuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024

Megapolitan
Ada Demo di Patung Kuda, Arus Lalin Menuju Harmoni via Jalan Medan Merdeka Barat Dialihkan

Ada Demo di Patung Kuda, Arus Lalin Menuju Harmoni via Jalan Medan Merdeka Barat Dialihkan

Megapolitan
Ini Daftar Identitas Korban Kebakaran 'Saudara Frame'

Ini Daftar Identitas Korban Kebakaran "Saudara Frame"

Megapolitan
Acungi Jempol Perekam Sopir Fortuner Arogan yang Mengaku TNI, Pakar: Penyintas yang Berani Melawan Inferioritas

Acungi Jempol Perekam Sopir Fortuner Arogan yang Mengaku TNI, Pakar: Penyintas yang Berani Melawan Inferioritas

Megapolitan
Fraksi PKS DKI Nilai Penonaktifan NIK Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Tak Adil

Fraksi PKS DKI Nilai Penonaktifan NIK Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Tak Adil

Megapolitan
Identitas 7 Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Belum Diketahui

Identitas 7 Korban Kebakaran "Saudara Frame" Belum Diketahui

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Telan Anggaran Rp 22 Miliar, untuk Interior hingga Kebutuhan Protokoler

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Telan Anggaran Rp 22 Miliar, untuk Interior hingga Kebutuhan Protokoler

Megapolitan
144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan 2024, Paling Banyak karena Korsleting

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan 2024, Paling Banyak karena Korsleting

Megapolitan
7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen

7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com