Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bantah Ahok, Pedagang Ungkap Alasan Tolak Operasi Pasar Daging Murah

Kompas.com - 13/08/2015, 11:23 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Para pedagang daging sapi di Pasar Perumnas Klender, Jakarta Timur, membantah tudingan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengenai permainan mafia yang menolak operasi daging murah.

"Enggak ada itu (kongkalikong dengan pengelola)," kata salah satu pedagang daging sapi di Pasar Perumnas Klender, Hendi Maulana (35), kepada Kompas.com, Kamis (13/8/2015).

Menurut dia, penolakan terhadap operasi pasar terjadi karena pedagang heran dengan sikap pemerintah. Pada saat para pedagang mogok lantaran harga sapi dari tempat pemotongan naik sehingga daya beli masyarakat turun, pemerintah justru datang dengan menjual murah daging sapi.

"Kenapa pemerintah (operasi pasar) bisa datang dengan harga murah? Dia bisa jual dengan harga Rp 85.000 per kilogram? Kenapa enggak dijual saja ke pedagang kayak kita, biar kita jual dengan harga yang sama ke masyarakat. Kenapa dia enggak cariin sapi buat kita? Dia (operasi pasar) cari keuntungan sendiri pada saat kami tidak berdagang," ujar Hendi.

Padahal, lanjut Hendi, para pedagang daging seperti mereka tengah mengeluhkan tingginya harga daging sapi di tempat pemotongan. Di tempat pemotongan, harga daging sapi yang terdapat tulang (karkas) sempat menyentuh Rp 92.000 per karkas. Padahal, lanjut dia, harga normalnya ialah Rp 66.000.

"Sekarang sudah turun, jadi Rp 88.000 per karkas," ujar Hendi.

Karena itu, harga jual daging ke masyarakat pun, menurut dia, naik drastis, yang mengakibatkan daya beli berkurang. Dari normalnya pedagang menjual hanya Rp 90.000 sampai Rp 95.000 per kilogram, saat ini menjadi Rp 110.000 per kilogram.

Hendi mengatakan, tingginya harga daging terjadi karena masalah impor yang kurang. Sebagai contoh, lanjutnya, pedagang Pasar Perumnas Klender butuh hingga 15 ekor sapi untuk berjualan semalaman.

Hendi memperkirakan, satu DKI Jakarta tentunya butuh ribuan ekor sapi. "Sedangkan sapi kalau beranak mau gede saja kan butuh waktu berbulan-bulan. Makanya, kita butuh daging impor banyak karena daging lokal tidak mencukupi," ujarnya.

Dia meminta pemerintah dan Menteri Pertanian mengecek sendiri mengapa perusahaan pemasok sapi hidup menjual mahal.

"Perusahaan-perusahaan yang kasih naik harga sapi dan yang katanya ada tujuh importir nakal tolong diselidiki. Kami sebagai pedagang daging ingin bukti Pak Jokowi, lihat di televisi kan, masa dia ngomong di negara lain bisa Rp 50.000 per kilogram. Kita juga mau gitu," ujarnya.

Operasi pasar daging murah di Pasar Klender ditolak para pedagang pada Selasa (11/8/2015) kemarin. Akhirnya, operasi pasar dipindahkan ke Kantor Kelurahan Malaka Jaya. (Baca: Ahok Cium Bau Persekongkolan Mafia dalam Operasi Pasar Daging di Jakarta)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com