Pihak pengembang beralasan bahwa pemagaran tersebut dilakukan agar dapat membatasi lahan milik Santosa Residence dengan tanah warga.
"Biar nyaman saja. Namanya juga cluster. Dengan adanya pemagaran, supaya tidak ribut dengan warga lain," ujar salah satu petugas Marketing Santosa Residence, Jul Barus, Selasa (25/8/2015).
Menurut Jul, pemasangan beton tersebut tidak terlalu bermasalah, mengingat kontrakan keluarga Fahrul memiliki dua akses keluar masuk kontrakan.
"Mereka kan ada dua jalur keluar itu. Selain lewat jalan masuk cluster yang kita tembok, ada jalur satu lagi lewat belakang," kata Jul.
Pihak pengembang mengklaimhal tersebut berdasarkan hasil pengukuran resmi dari pihak Badan Pertanahan Nasional. "Dari BPN kok yang mengukur. Jalur resmi (kontrakan) itu lewat belakang," ujarnya. (Baca: Tolak Bayar Rp 50 Juta untuk Pelebaran Jalan, Depan Kontrakan Ditembok)
Pembangun cluster tersebut, kata Jul, sejak berlangsung sejak setahun lalu. Hingga saat ini, sudah ada 12 unit cluster tipe 72 yang terbangun dari 17 unit yang ditargetkan.
Selain pembangunan cluster, akses jalan masuk menuju jalan Raya Jalan Rawa Binong juga ikut dibangun untuk memudahkan para penghuninya.
Sebelumnya, Fahrul merasa dirugikan setelah bagian depan kontrakan milik keluarganya ditembok oleh pihak pengembangan Santosa Residence.
Sebab, tembok dengan ukuran tinggi lebar 2x20 meter persegi itu, menutupi pintu masuk kontrakan empat pintu yang dikelola ibunya.
Pemasangan tembok yang dibangun sejak seminggu lalu itu merupakan imbas dari penolakan keluarga Fahrul terkait permintaan dana pelebaran jalan yang dilakukan pengembang sebesar Rp 50 juta. "Kok harus bayar, itu kan jalan bersama. Awalnya cuma selebar 1,2 meter," kata Fahrul.
Untuk diketahui, pihak pengembang Santosa Residence, melibatkan dan meninggikan jalan sempit tersebut setelah membeli lahannya. "Kita masih mencari keadilan terhadap kontrakan ibu saya yang ditembok. Soalnya, secara hukum itu sah tanah keluarga saya selama 15 tahun," ujarnya.
Keluhan Fahrul tersebut diposting di media sosial (medsos) karena dia tidak tahu harus mengadu ke mana. Fahrul mengaku pesimistis laporannya bakal diabaikan jika melaporkan hal tersebut ke institusi pemerintahan atau kepolisian.
"Saya ini orang kecil, enggak mengerti hukum. Jadi, cuma bisa mengadu lewat medsos saja," ucap Fahrul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.