Meski Mega masih kerap mengingat suaminya, ibu dua anak itu enggan terus-terusan bersedih. Ia ingin tetap melanjutkan hidupnya meski telah ditinggal oleh suaminya.
Selama suaminya masih hidup, Mega tidak bekerja. Ia hanya menjadi ibu rumah tangga, sepenuhnya fokus membesarkan anak-anaknya, Biu (12) dan Alvian (2).
Namun, sejak nyawa suaminya terenggut di Jalan Iskandar Muda, Pondok Indah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 Januari 2015 lalu, ia pun harus memegang "tongkat estafet" untuk menjadi tulang punggung dalam keluarga. (Baca: Pengemudi Kecelakaan Maut Pondok Indah Lolos dari Penjara, Ini Tanggapan Korban)
"Sejak suami enggak ada, ya saya tinggal bertiga dengan dua anak saya," ujarnya saat ditemui di kediamannya di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan, Kamis (27/8/2015).
Ia berusaha tegar menghadapi perubahan besar-besaran dalam keluarga kecilnya. Ia masih ingat saat suaminya tidak pulang malam itu dan ternyata mengalami kecelakaan. "Suami saya dalam perjalanan pulang kerja waktu itu," ucapnya dengan suara parau.
Saat ini, wanita asal Jawa Tengah itu mencoba menjadi pengajar les membaca, menulis, dan berhitung bagi siswa-siswa TK di lingkungannya.
Pekerjaan itu dinilai tidak terlalu membebaninya karena tidak perlu meninggalkan rumah. Ia mengaku selama ini masih terbantu dengan uang santunan dari keluarga terdakwa kasus tersebut, yakni Christopher Daniel Sjarief.
"Christopher sendiri belum pernah datang ke sini, keluarganya saja yang pernah datang kasih santunan," kata dia.
Namun, ia sadar tidak selamanya ia bisa bergantung dengan uang santunan tersebut. Ia pun berniat mencari pekerjaan yang lebih menghasilkan.
"Saya sedang lamar-lamar kerja sekarang, tetapi sebenarnya kurang sreg karena si kecil belum bisa ditinggal," kata Mega.
Untuk diketahui, Christopher pada 20 Januari 2015 lalu mengendarai mobil Mitsubishi Outlander Sport milik temannya Muhammad Ali.
Namun, ketika mengemudi dengan kecepatan tinggi, pria itu lepas kendali dan menabrak sejumlah kendaraan di Jalan Iskandar Muda. Peristiwa itu menewaskan empat orang.
Pada 5 Mei 2015, Christopher diubah statusnya dari tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menjadi tahanan kota. Artinya, Christopher bebas melakukan kegiatan selama ia masih berada di dalam kota. Ia pun tidak perlu ditahan selama proses persidangan berjalan.
Pada 5 Agustus 2015, JPU menuntut mahasiswa di salah satu universitas di San Francisco itu hukuman dua tahun enam bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider satu bulan.
Christopher dijerat Pasal 310 ayat 4 dan Pasal 310 ayat 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.