JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Soegeng Poernomo meyakini kebijakan pembatasan kecepatan kendaraan bisa mengurangi kecelakaan yang diakibatkan pengemudi mabuk atau yang mengonsumsi narkoba.
Kecelakaan seperti itu, menurut dia, biasa terjadi pada malam hari, dan terjadi saat akhir pekan, Sabtu malam hingga Minggu dini hari.
"Kalau mau berlakukan kebijakan itu, lebih pas malam hari. Kecelakaan yang aneh-aneh itu kan biasanya pas malam-malam. Habis pakai narkoba, nyetir mobil, ngebut, terus kecelakaan," kata Soegeng saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Jumat (28/8/2015).
Meski dinilai efektif secara konsep, Soegeng menyebutkan harus ada upaya penegakan hukum yang tepat agar kebijakan tersebut bisa berjalan dan memberikan efek jera bagi yang melanggar. Hal ini yang masih disiapkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, mengingat rencana pelaksanaan kebijakan tersebut adalah enam bulan ke depan.
Pemprov DKI Jakarta berencana memberlakukan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penerapan Batas Kecepatan Kendaraan enam bulan ke depan.
Dalam peraturan tersebut, diatur batas maksimal kecepatan kendaraan di jalan bebas hambatan atau jalan tol adalah 100 kilometer per jam. Untuk kawasan perkotaan, kecepatan maksimal adalah 50 kilometer per jam. Sedangkan di daerah lain, seperti kawasan permukiman, kecepatan maksimal 30 kilometer per jam.
Untuk jalan antarkota, kecepatan maksimal 80 kilometer per jam. Sedangkan kecepatan minimum bagi kendaraan dalam kondisi arus bebas adalah 60 kilometer per jam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.