"Yang perlu diluruskan, yang dimaksud di pulau terpencil itu bukan penyalahguna, tetapi bandar yang perlu pengamanan maksimal karena di Nusakambangan itu tidak cukup," ujar Deddy dalam sebuah diskusi bertajuk 'Pulau Penjara Rehabilitasi Narkoba, Perlukah?' di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (30/9/2015).
Sedangkan para penyalahguna, lanjut Deddy, mereka tetap akan direhabilitasi. Kata dia, yang dimaksud para penyalahguna adalah korban yang mengonsumsi narkotika serta yang menjadi pecandu akibat konsumsi berkelanjutan.
"Bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahguna wajib direhabilitasi. Jadi jawabannya kalau rehabilitasi itu mau dihilangkan itu tidak benar," kata Deddy.
Menurut Deddy, para penyalahguna dan pecandu narkotika adalah korban. Sehingga, mereka tidak boleh dikucilkan di suatu pulau.
Proses rehabilitasi yang dilakukan pun tidak hanya secara medis, tetapi juga rehabilitasi sosial. Sebab, para penyalahguna itu adalah anak-anak bangsa yang kehilangan masa lalunya, jangan sampai mereka juga kehilangan masa depannya.
"Rehabilitasi medis enggak bisa 100 persen, paling 60 persen. Sehingga harus ditindaklanjuti dengan rehabilitasi sosial agar jiwanya kembali bangkit di masyarakat," ucap Deddy.
Untuk mengentaskan persoalan narkotika di Indonesia, perlu dilakukan pendekatan yang seimbang, yakni antara memberantas para pengedar gelap dan mengobati para penyalahguna.
Seperti diketahui, sebelumnya Ketua BNN Komisaris Jenderal Budi Waseso telah meminta Menkumham Yasonna Laoly untuk membangun lapas khusus pengedar narkoba di pulau terpencil. (Nursita Sari)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.